회복이 가슴
HEALING HEART
Black Romance present…
A story by JH_Nimm
Title: Heal Your Heart
Also known as: Healing Heart
Genre: Sad, Romance, Hurt, Family
Rating: T
Length: 2 of 2
Cerita
ini adalah sebuah FIKTIF belaka, apabila ada kesamaan nama, tempat dan
kejadian, semata-mata karena ketidaksengajaan.
All casts are belong to God, but this
story is JH_Nimm’s.
Don’t re-share without my permission.
Don’t forget to leave your
appreciation.
Happy Reading… Thank you… :3
Note: yang di tulis miring adalah
flashback
BACK SOUND:
BtoB
- Imagine
CAST:
Lee Ji Hyeon
Jung Il Hoon
Park Jung Su
Jung Min Joo
Yang Jin Man Seonsaengnim
And other cast…
~~
PROLOG ~~
Kau datang padaku, tetapi di belakangmu
ada dirinya
Ada dirinya yang selalu membuatku takut
Takut untuk melihatmu dan takut
membencimu
(2013/06/03)
=== PART 2 ===
Author’s POV
Flashback
1 year ago…
Angin
yang berhembus sore ini terasa begitu menusuk. Padahal belum memasuki
bulan-bulan dimana musim dingin akan datang. Namun meskipun angin yang
berhembus sangat dingin, seorang gadis masih setia menunggu di tepi Sungai Han.
Tangan kirinya menggenggam beberapa kerikil, sementara tangan kanannya sibuk
melemparkan satu per satu kerikil itu ke sungai. Sudah hampir 30 menit ia
berada di sana, namun seseorang yang ia tunggu belum juga datang sementara hari
sudah mulai gelap.
“Mianhae,
aku terlambat…” terdengar sebuah suara, namun
gadis itu enggan untuk menoleh.
“Kau
pasti sudah lama menunggu?” tanya pemilik suara itu.
“Hmm…”
hanya itu jawaban yang gadis itu berikan.
“Ji
Hyeon-a, ada yang ingin ku katakan…” ucap si pemilik suara.
“Mworago?”
tanya gadis bernama Ji Hyeon itu.
“Maafkan
aku jika aku harus mengatakan hal ini… sebaiknya kita akhiri sampai di sini
saja,” ucap sang pemilik suara yang selalu Ji Hyeon rindukan itu. (http://jh-nimm.blogspot.com)
“Bercandamu
keterlaluan, Jung Su Oppa…” ucap Ji Hyeon
seraya mengalihkan pandangannya para pria bernama Jung Su itu.
“Aku
tidak sedang bercanda. Aku benar-benar ingin mengakhiri hubungan kita,” ucap
Jung Su.
“Wae?”
tanya Ji Hyeon.
“Aku
tidak ingin menjelaskan alasannya, karena jika ku jelaskan alasannya, aku takut
kau akan semakin terluka,” jawab Jung Su.
Angin
yang berhembus terasa kian menusuk, namun angin tersebut tak sanggup
mendinginkan mata Ji Hyeon yang mulai memanas.
“Setelah
ini, kau boleh membenciku, bahkan kau boleh memaki-makiku dan jika memang kau
mau, kau boleh mengutukku,” ucap Jung Su.
Ji
Hyeon tak bergeming. Sementara Jung Su hanya menatap gadis yang selalu sanggup
membuatnya mencurahkan seluruh kasih sayangnya itu.
“Ji
Hyeon-a…”
“Jika
itu yang memang kau inginkan, selamanya aku tidak akan pernah menanyakan alasan
mengapa kau mengakhiri hubungan kita, tapi…” ucapan Ji Hyeon tertahan.
Buliran
bening yang sempat membuat mata kecoklatan Ji Hyeon berkaca-kaca itu perlahan
mulai menuruni pipinya, membuat Jung Su semakin merasa bersalah.
“Ji
Hyeon-a…”
“Hiduplah
dengan baik dan semoga bahagia…” ucap Ji Hyeon seraya melangkahkan kakinya
meninggalkan Jung Su yang masih mematung memandangi kepergian Ji Hyeon.
“Ji
Hyeon-a…” ucap Jung Su seraya mengejar Ji Hyeon.
Jung
Su berhasil menjangkau tangan Ji Hyeon dan membuat Ji Hyeon menghentikan
langkahnya. Jung Su menatap wajah Ji Hyeon, lalu kemudian menarik Ji Hyeon ke
dalam pelukannya.
“Mianhae…” ucap Jung Su.
Seiring
dengan kata ‘maaf’ yang Jung Su katakan, saat itu juga sebulir cairan bening
mengalir dari matanya. Karena bagi Jung Su, ini sangat berat. Berat untuk
meninggalkan gadis yang selalu sanggup membuatnya tertawa itu. Berat untuk
berpisah dari gadis yang tak akan ia dengar lagi nyanyian kerinduannya itu.
Flashback
END
****
Seperti biasa, Ji Hyeon duduk di
bawah pohon maple di halaman sekolah.
Seperti biasa juga Il Hoon datang dan duduk di samping Ji Hyeon.
“Joheun
achim…” sapa Il Hoon.
Mendengar Il Hoon menyapanya, Ji
Hyeon segera menutup bukunya dan beranjak, lalu pergi meninggalkan Ji Hyeon.
“Wae?”
tanya Il Hoon pada dirinya sendiri.
Il Hoon pun beranjak dan mengejar Ji
Hyeon.
“Ji-Hyeon-a, wae?” tanya Il Hoon.
Ji Hyeon tak bergeming dan tetap
melanjutkan langkahnya.
“Baiklah, mungkin Ji Hyeon sedang
tidak ingin di ganggu,” ucap Il Hoon seraya menghentikan langkahnya dan
membiarkan Ji Hyeon pergi.
Lalu ketika di perpustakaan, jika
biasanya Il Hoon dan Ji Hyeon mencari buku lalu membacanya bersama, kali ini
bahkan Ji Hyeon tak datang ke perpustakaan dan menghilang. Il Hoon pun mencari
Ji Hyeon ke ruang latihan vokal dan menemukan Ji Hyeon tengah bermain piano di
sana.
“Ji Hyeon-a, wae? Kenapa kau seperti menghindariku?” tanya Il Hoon seraya
melangkah mendekati Ji Hyeon.
Menyadari kedatangan Il Hoon, Ji
Hyeon segera menghentikan permainan pianonya dan beranjak. Ji Hyeon hendak
meninggalkan Il Hoon, tapi Il Hoon meraih tangan Ji Hyeon untuk menahan Ji
Hyeon.
“Wae
geurae? Wae neo ireohke?” tanya Il Hoon.
Ji Hyeon menatap Il Hoon, namun
tatapan Ji Hyeon kali ini lebih dingin dari ketika pertama kali Il Hoon datang
ke Cube Entertainment High School.
“Ji Hyeon-a…”
“Ani…”
hanya itu kata-kata yang Ji Hyeon ucapkan.
Il Hoon terdiam. Sementara kali ini
Ji Hyeon menepis tangan Il Hoon yang masih menggenggam tangannya itu. Lalu Ji
Hyeon pun pergi meninggalkan Il Hoon yang masih tertegun di ruang latihan vokal
itu.
****
Malam itu, angin berhembus dengan
kencang, bahkan ia turut berhembus ke sebuah kamar dengan nuansa hijau muda itu
karena jendela kamar tersebut di biarkan terbuka. Sementara seorang pemuda
tampak duduk di kursi yang tepat berada di bawah jendela tersebut. Ia tampak
tengah memikirkan sesuatu, sebuah hal yang akhir-akhir ini semakin mengganggu
pikirannya.
“Sebenarnya
apa yang terjadi? Mengapa sikap Ji Hyeon semakin hari, semakin berubah, bahkan
semakin hari Ji Hyeon seolah menghindariku?” gumam batin pemuda itu.
Ya, pemuda itu adalah Il Hoon. Ia
pun mengingat-ingat pertama kali sikap Ji Hyeon berubah menjadi seolah
menjauhinya.
“Jika
aku tidak salah, Ji Hyeon berubah setelah ia bertemu dengan Min Joo Noona dan Jung Su Hyung,” gumam batin Il Hoon.
Berbagai pertanyaan muncul dalam
benak Il Hoon. Pertanyaan-pertanyaan yang sejatinya harus ia temukan sendiri
jawabannya. Namun semakin ia memikirkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu,
semakin kuat pula rasa sakit yang mulai menggerogoti hati kecilnya.
****
Kali ini, Il Hoon datang ke pohon maple yang berada di halaman sekolah
tempat biasa Ji Hyeon membaca buku di sana. Namun saat itu Ji Hyeon tak datang
ke sana.
“Ji
Hyeon-a, wae?” tanya batin Il Hoon.
Lalu Il Hoon pun datang ke
perpustakaan dan tidak menemukan Ji Hyeon di sana.
“Ji
Hyeon-a, eodi ittnya?” tanya batin Il Hoon ketika menyentuh buku yang
selalu ia baca bersama Ji Hyeon itu. (http://jh-nimm.blogspot.com)
Kali ini, Il Hoon mendatangi ruang
latihan vokal dan berharap bisa menemukan Ji Hyeon di sana. Karena Il Hoon
ingin segera menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang terus menggelayuti
pikirannya itu. Namun di sana juga Il Hoon tak menemukan Ji Hyeon.
“Mengapa kau seolah bersembunyi
dariku?” tanya Il Hoon.
Tapi mata Il Hoon menangkap sebuah
buku tergeletak di atas piano. Il Hoon pun segera berjalan menuju piano
tersebut dan mengambil buku itu.
“Bukankah ini buku milik Ji Hyeon?”
tanya Il Hoon pada dirinya sendiri.
Dengan hati-hati, Il Hoon pun
membuka buku tersebut dan menemukan sebuah foto di dalamnya. Il Hoon pun
membalik foto tersebut dan menemukan gambar Ji Hyeon dan Jung Su dalam foto
tersebut.
DEG!
Jantung Il Hoon seolah berhenti
untuk sejenak ketika membaca tulisan di foto yang di ambil dengan kamera
Polaroid itu.
“J
& J Couple… Ji Hyeon and Jung Su…”
Tak dapat di hindari bahwa buliran
bening itu mulai menuruni pipi Il Hoon tanpa Il Hoon perintahkan. Seolah semua
pertanyaan yang sempat bernaung dalam pikirannya itu terjawab.
****
Malam itu, Il Hoon tengah duduk di
balkon depan kamarnya. Ia melipat kakinya dan menaikkannya ke kursi. Matanya
tak henti menatap foto yang kini berada di tangannya itu. Walaupun Il Hoon
menyadari semakin ia menatap foto tersebut, semakin sakit rasa yang
menggerogoti hati dan perasaanya itu.
“Wae
ireohke?” tanya Il Hoon pada dirinya sendiri.
Il Hoon pun beranjak dari duduknya
dan segera keluar dari kamarnya. Ia mencari sosok pria yang sanggup membuatnya
merasakan sakit teramat dalam itu. Dan beruntung, ia menemukan pria tersebut
baru saja keluar dari dapur.
“Ah, Il Hoon-a…” sapa pria tersebut.
“Bagaimana hubunganmu dengan Ji Hyeon?”
Pertanyaan itu bagaikan petir yang
menyambar Il Hoon tepat di ulu hatinya. Sakit.
“Untuk apa kau menanyakan hubungan
kami? Apa itu penting bagimu?” tanya Il Hoon balik.
Mendengar pertanyaan Il Hoon, pria
itu hanya menatap Il Hoon. Rasa heran mulai menyeruak dalam pikirannya tatkala
ia mendapati tatapan dan sikap Il Hoon yang tak biasa itu.
“Aku…”
“J & J Couple…” ucap Il Hoon.
“Bisa kau jelaskan apa makna dari J & J Couple, Park Jung Su?”
“Kenapa tiba-tiba kau menanyakan
tentang hal itu?” tanya pria bernama Jung Su itu.
“Dan kenapa kau menyembunyikannya
dariku dan Min Joo Noona?” tanya Il
Hoon.
“Aku tidak menyembunyikannya, hanya
saja ku kira…” ucapan Jung Su tertahan.
“MWOYA,
HYUNG?” bentak Il Hoon.
Jung Su terdiam. Ia dapat melihat
sorot kemarahan dan kekecewaan dari mata Il Hoon.
“Apa kau mengerti bagaimana aku
mencintai Ji Hyeon?” tanya Il Hoon.
“Il Hoon-a, dengarkan aku…” ucap
Jung Su.
“Karena bertemu denganmu, sekarang
Ji Hyeon menjauhiku dan bahkan mungkin Ji Hyeon membenciku karena dia
membencimu, Hyung!” ucap Il Hoon.
“Kau tahu bagaimana itu rasanya, hyung?”
“Il Hoon-a, aku dan Ji Hyeon hanya
masa lalu…” Jung Su berusaha menjelaskan pada Il Hoon, namun Il Hoon seolah tak
ingin mendengar apapun dari Jung Su.
“Tapi masa lalumu membuat Ji Hyeon
terluka dan membuatnya membencimu. Bahkan mungkin sekarang dia membenciku juga
karena kau menikahi wanita yang telah merebutmu darinya dan wanita itu adalah
kakakku sendiri,” ucap Il Hoon.
“Kenapa kau berpikiran seperti itu?”
tanya Jung Su.
“Apakah alasan itu tidak cukup
jelas, hyung?” tanya Il Hoon balik.
Jung Su terdiam.
“Meskipun Ji Hyeon tidak mengatakan
bahwa dia membenciku, tapi aku juga tidak bodoh. Aku bisa merasakannya dari
bagaimana dia mulai menjauhiku dan bagaimana caranya menatapku ketika aku bertemu
dengannya. Dan bagiku, itu sangat menyakitkan,” jelas Il Hoon.
“Baiklah, dulu aku memang bukanlah
pria yang baik. Karena aku bahkan meninggalkan Ji Hyeon yang sangat mencintaiku
bahkan tanpa alasan yang jelas. Aku tahu seharusnya aku menjelaskan pada Ji
Hyeon bahwa aku meninggalkannya karena aku akan menikah dengan Min Joo,
kakakmu, meskipun pernikahan ini karena sebatas perjodohan. Tetapi tidakkah kau
tahu bagaimana perasaanku saat itu? Mana mungkin aku tega mengatakan pada Ji
Hyeon bahwa aku meninggalkannya hanya untuk menikah dengan wanita lain? Jika
aku mengatakannya, justru itu hanya akan membuat Ji Hyeon semakin sakit,” jelas
Jung Su.
Il Hoon terdiam.
“Saat aku harus mengatakan
perpisahan, kau pikir aku mudah mengatakannya pada Ji Hyeon sementara saat itu
juga aku masih sangat mencintainya?” tanya Jung Su.
Buliran bening itu tak dapat Il Hoon
tahan semakin lama lagi, hingga akhirnya buliran bening itu mulai mengalir di
pipi Il Hoon.
“Saat itu, bukan hanya Ji Hyeon yang
merasa sakit, tapi aku juga,” ucap Jung Su.
“Tidakkah kau terpikirkan bagaimana
perasaan Ji Hyeon ketika aku memperkenalkanmu sebagai kakak iparku?” tanya Il
Hoon.
Jung Su hanya menatap Il Hoon.
“Seharusnya aku mengetahuinya sejak
awal,” terdengar suara Min Joo.
Mendengar suara Min Joo, Il Hoon dan
Jung Su pun segera mengalihkan pandangannya pada Min Joo yang rupanya tengah
menangis menyaksikan pertengkaran mereka.
“Seharusnya aku mengetahuinya sejak
awal. Seharusnya aku tidak menerima perjodohan itu. Karena kebodohanku, aku
membuatmu harus meninggalkan Ji Hyeon dan membekaskan sebuah luka di hati Ji
Hyeon. Dan karena aku juga saat ini bahkan adikku sendiri, terluka karena orang
yang dia cintai kini mungkin membencinya,” ucap Min Joo.
“Noona…”
“Min Joo-ya…”
Rupanya Min Joo mendengar semua yang
Il Hoon dan Jung Su katakan. Min Joo pun berlari masuk ke dalam kamarnya. (http://jh-nimm.blogspot.com)
“Min Joo-ya…” Jung Su mengejar Min
Joo dan mengetuk pintu kamar Min Joo.
“Aarrrgghh…” sementara Il Hoon mulai
frustrasi dengan keadaannya dan keluarganya saat ini.
****
Sore itu, angin yang berhembus
terasa sangat dingin. Sementara awan kelabu mulai menyelimuti kota Seoul,
pertanda tak lama lagi hujan akan turun. Namun seorang gadis masih sibuk
melemparkan kerikil-kerikil kecil di tepi Sungai Han.
“Ji Hyeon-a…” terdengar sebuah suara
yang sangat gadis itu kenali.
Gadis itu tak menoleh. Ia
menjatuhkan kerikil-kerikil kecil itu ke tanah dan segera melangkahkan kakinya.
“Ji Hyeon-a…” ucap sang pemilik
suara seraya menahan tangan Ji Hyeon untuk pergi.
Ya, pemilik suara tersebut adalah Il
Hoon.
“Kali ini saja, ku mohon dengarkan
aku…” ucap Il Hoon.
Ji Hyeon tak bergeming, semntara
tangannya berusaha melepaskan diri dari tangan Il Hoon.
“Ji Hyeon-a, aku sudah
mengetahuinya. Tentang kau dan Jung Su Hyung,”
ucap Il Hoon.
Ji Hyeon masih tak bergeming.
“Aku memang tidak bisa merasakan
bagaimana rasa sakit ketika Jung Su Hyung
meninggalkanmu hingga membekaskan sebuah luka dalam hatimu. Tapi harus kau tahu
bahwa aku di sini, ingin berusaha menyembuhkan luka itu. Meskipun aku menyadari
dengan baik bahwa aku tidak berada dalam posisi yang baik. Karena aku adalah
adik dari seorang wanita yang mungkin kau anggap telah merebut kebahagiaanmu
itu,” jelas Il Hoon.
Ji Hyeon tetap tak bergeming.
“Kau tahu, ketika pertama kali aku
datang ke sekolah, aku melihatmu tengah membaca di bawah pohon maple dan semenjak saat itu kau selalu
mengalihkan setiap perhatianku. Bahkan kau juga tahu dengan baik ketika aku
berusaha untuk menjadi temanmu meskipun kau selalu bersikap dingin dan tak
menghiraukanku. Sampai suatu hari, ketika kau menerimaku menjadi temanmu, aku
merasa sangat bahagia. Terlebih lagi setelah sepanjang aku melewati waktu
bersamamu, aku bisa melihatmu kembali tersenyum. Dan ketika melihatmu tersenyumlah, ku pikir
itu adalah puncak dari kebahagiaanku,” jelas Il Hoon.
Perlahan genggaman tangan Il Hoon di
tangan Ji Hyeon mulai mengendur.
“Ketika aku merasa kau seolah mulai
menghindariku, aku merasa sakit. Setiap malam, aku hampir tak bisa tertidur
hanya untuk memikirkan alasan mengapa kau menghindariku. Hingga akhirnya aku
harus menemukan kenyataan menyedihkan bahwa kau menghindariku karena Jung Su Hyung dan bahkan mungkin karena kakakku.
Atau kau menghindariku karena diriku sendiri,” ucap Il Hoon.
“Mulai dari saat ini, jika memang
memungkinkan, aku ingin mengobati semua luka yang kau rasakan. Aku ingin
menjadi tempatmu bersandar ketika kau menangis dan aku ingin menjadi tempat
pertama yang kau cari ketika kau ingin mencurahkan semua rasa sedih dan
sakitmu. Aku ingin membuatmu kembali tersenyum dan kembali bernyanyi untukku,”
ucap Il Hoon.
Seiring dengan angin yang berhembus
dan gerimis yang mulai menetes, buliran bening itu mulai kembali menuruni pipi
Il Hoon.
“Lepaskan!” hanya kata-kata itu yang
Ji Hyeon ucapkan.
Il Hoon terkejut mendengar kata-kata
itu. Hingga tanpa ia sadari ia mulai melepaskan tangan Ji Hyeon. Ji Hyeon pun
mulai melangkahkan kakinya meninggalkan Il Hoon yang masih tertegun menatap
kepergiannya itu. Namun seiring dengan langkah kakinya, saat itu juga buliran
bening itu mulai mengalir menuruni pipi Ji Hyeon.
****
Semenjak hari itu, Il Hoon tak
pernah datang lagi ke sekolah. Ia hanya mengurung diri di dalam kamarnya.
Meskipun Il Hoon tahu, rasanya teramat sakit, namun ia lebih memilih untuk
memendamnya untuk sementara. Bahkan meskipun Il Hoon juga menyadari bahwa hati
kecilnya tak hentinya meneriakkan nama Ji Hyeon dan juga bayangan dalam
pikirannya tak hentinya memutar kebersamaannya bersama Ji Hyeon, ia lebih
memilih untuk membiarkannya terputar bagaikan film yang tengah ia tonton dimana
ia dan Ji Hyeon adalah pemeran utamanya.
****
Sore itu, angin yang berhembus
kembali terasa dingin. Bahkan awan kelabu kembali menyelimuti kota Seoul. Namun
Ji Hyeon masih terduduk di tepi Sungai Han sambil menggenggam kerikil kecil di
tangan kirinya.
“Ternyata kebiasaanmu tidak
berubah,” terdengar sebuah suara yang sudah cukup lama tak Ji Hyeon dengar.
Namun Ji Hyeon enggan untuk menoleh
hingga sang pemilik suara itu duduk di sampingnya.
“Untuk apa kau datang kemari?” tanya
Ji Hyeon dingin.
Rasa sakit mulai menyeruak dalam
benaknya tatkala angin berhembus seolah berbisik mengingatkan bahwa di tempat
inilah ia berpisah dengan lelaki yang kini tengah berada di sampingnya itu. Ya,
lelaki itu adalah Park Jung Su.
“Aku datang kemari karena dua buah
alasan,” jawab Jung Su.
“Pertama, aku ingin meminta maaf
padamu karena saat itu aku meninggalkanmu tanpa alasan yang jelas. Sialnya aku
bertemu denganmu ketika aku sudah menikah dengan Min Joo, gadis yang dijodohkan
denganku oleh keluargaku. Gadis yang terpaksa harus ku nikahi dan terpaksa
harus meninggalkanmu saat itu,” jelas Jung Su.
Ji Hyeon tak bergeming.
“Kedua, ini karena Il Hoon.
Akhir-akhir ini Il Hoon tak masuk sekolah, bukan? Karena jangankan masuk
sekolah, di rumah pun ia hanya mengurung diri. Aku sangat prihatin dengan
keadaannya sampai aku ingat bahwa ia begitu mencintaimu dan ia harus terluka
karena aku. Karena aku yang menjadi masa lalu yang menyedihkan bagimu yang
membuatmu menghindarinya,” jelas Jung Su.
“Kau tahu, beberapa hari yang lalu
aku bertengkar hebat dengannya. Jujur aku sangat terkejut ketika dia mengatakan
bahwa dia merasa kau sekarang membencinya karena aku telah menikah dengan
kakaknya. Bahkan Il Hoon juga mengatakan bahwa memang sudah jelas alasannya
jikapun kau benar membencinya, dan itu semua karena aku,” lanjut Jung Su.
“Geurigo,
jigeum?” tanya Ji Hyeon dingin.
“Ji Hyeon-a, aku tahu mungkin hatimu
masih merasakan luka yang ku buat, tapi ku mohon, kali ini tanya hatimu,” ucap
Jung Su.
“Tanya hatimu, jika kau sudah
mendapatkan jawabannya, carilah Il Hoon dan katakan padanya apa yang hatimu
katakan,” ucap Jung Su.
****
Sudah hampir satu minggu Il Hoon
tidak masuk sekolah karena alasan yang tidak jelas. Bahkan Yang Jin Man Seonsaengnim sudah berusaha menghubunginya,
namun Il Hoon tidak menjawab setiap panggilan masuk.
Ji Hyeon pun menuju ke pohon maple tempatnya biasa membaca buku itu.
Kali ini, Ji Hyeon tidak seperti biasanya duduk di bawah pohon itu sambil
membaca buku. Tetapi Ji Hyeon hanya berdiri sambil memandangi pohon itu.
Sekilas bayangan kebersamaannya bersama Il Hoon melintas dalam pikiran Ji
Hyeon.
Kali ini, Ji Hyeon pergi ke
perpustakaan. Ia pun menatap buku yang biasanya ia baca dengan Il Hoon. Lalu Ji
Hyeon pun mengambil buku tersebut dan membuka halaman demi halaman yang pernah
ia baca bersama Il Hoon. Tepat di halaman ke 84 buku itu masih terlipat.
Halaman yang menjadi pertanda untuk Ji Hyeon dan Il Hoon terakhir kali
bersama-sama membacanya.
Lalu ketika Ji Hyeon pergi ke ruang
latihan vokal. Ia duduk dan lalu membiakan jemarinya itu menari di atas
tuts-tuts piano membentuk sebuah rangkaian nada. Tanpa Ji Hyeon sadari, ia
mulai menyanyikan sebuah lagu.
“Jakkuman jakkuman ireomyeon
andwae hajiman
(aku
tak bisa tetap, tetap, tetap melakukannya, tetapi)
Almyeonseo almyeonseo gyeosok neoege
kkeullyeoga
(meskipun
aku tahu, meskipun aku tahu, aku tetap tertarik padamu)
Nae mameul bbaeatgo nae ane deureowa
(kau
mencuri hatiku dan kau masuk ke dalam hatiku)
Nareul nabbeuge hae, nareul
michigehae”
(kau
membuatku buruk, kau membuatku gila)
Perlahan seiring dengan terhentinya
alunan lagu yang ia mainkan, buliran bening itu mulai mengalir dari mata
indahnya, membentuk sungai kecil di wajahnya. Bayangan kebersamaan kembali
menyeruak dalam pikiran Ji Hyeon.
“Kau merindukannya?” terdengar
sebuah suara.
Ji Hyeon pun segera menyeka air
matanya dan menoleh ke arah asal suara itu datang.
“Yang Jin Man Seonsaengnim…” ketika mendapati pria paruh baya tengah berdiri di
bibir pintu ruang latihan.
Ji Hyeon beranjak ketika Yang Jin
Man Seonsaengnim berjalan
mendekatinya.
“Akhirnya aku mendengarkanmu
bernyanyi lagi,” ucap Yang Jin Man Seonsaengnim.
“Tapi, aku bernyanyi untuk siapa?”
“Bukan siapa-siapa,” jawab Ji Hyeon.
“Jangan berusaha menutupinya. Kau
pikir aku baru kemarin menjadi gurumu, ah, maksudku menjadi pamanmu, hmm?”
tanya Yang Jin Man Seonsaengnim yang
ternyata adalah paman dari Ji Hyeon itu.
“Aku sudah mengenalimu bahkan sejak
kau lahir, aku sudah sangat mengenalimu. Ketika kau memutuskan untuk berhenti
bernyanyi itu adalah karena Jung Su, aku terpikirkan bahwa mungkin hatimu
terlanjur terluka hingga bahkan kau tak sanggup hanya untuk mengungkapkannya
meskipun dengan sebuah lagu. Hingga beberapa minggu yang lalu, aku senang
ketika bisa mendengarmu bernyanyi lagi. Dan ketika ku lihat ketika kau
bernyanyi dan ada Il Hoon di sebelahmu, aku sempat berpikir jika mungkin lukamu
telah sembuh,” jelas Yang Jin Man Seonsaengnim.
Ji Hyeon tak bergeming.
“Jika luka itu memang sudah
terobati, mengapa kau masih seperti ini?” tanya Yang Jin Man Seonsaengnim.
****
Sore itu, langit yang biasanya di
selimuti awan kelabu, tampak begitu cerah. Bahkan di pelupuk barat, sang
lembayung senja mulai mewarnai langit Seoul. Menciptakan decak kagum bagi siapa
saja yang menikmati pemandangan sore yang indah ini.
Terlihat Ji Hyeon berjalan
menelusuri sebuah jalanan yang akan membawanya ke suatu tempat. Sebuah tempat
yang sangat ingin ia tuju. Sebuah tempat yang sangat ia rindukan saat ini.
Ji Hyeon pun sampai di tempat
tersebut. Tempat yang menyimpan kenangan tersendiri baginya. Dan saat ini, Ji
Hyeon menemukan sesosok pemuda yang tengah ia pikirkan sedang berada di tempat
ini. Ya, pemuda itu adalah Il Hoon yang tengah duduk di sebuah ayunan dengan
tatapan kosong. Ji Hyeon pun melangkahkan kakinya mendekat pada Il Hoon.
Rupanya Il Hoon menyadari kedatangan Ji Hyeon.
“Ji Hyeon-a…” ucap Il Hoon seraya
beranjak dari ayunan tersebut.
“Apa yang sedang kau lakukan di
sini?” tanya Ji Hyeon.
“Tentang Jung Su Hyung…” ucapan Il Hoon tertahan ketika
Ji Hyeon menyodorkan sebuah surat untuknya.
“Yang Jin Man Seonsaengnim menitipkan surat itu padaku,” ucap Ji Hyeon.
Il Hoon pun mengambil surat itu,
namun enggan untuk membacanya.
“Ji Hyeon-a, Jung Su Hyung…” ucapan Il Hoon kembali tertahan
ketika Ji Hyeon duduk di ayunan yang berada di sebelahnya.
“Berhentilah untuk menyebutkan nama
itu dan berhentilah untuk memikirkan perasaanku dan masa laluku,” ucap Ji
Hyeon.
Il Hoon terkejut mendengar apa yang
baru saja dikatakan Ji Hyeon itu.
“Ji Hyeon-a, wae?” tanya Il Hoon khawatir.
Ji Hyeon kembali beranjak dari
ayunan tersebut.
“Karena ada seseorang yang telah
mengobati lukaku,” jawab Ji Hyeon.
Il Hoon hanya menatap Ji Hyeon.
“Ah, geuraesseo…” ucap Il Hoon pelan bahkan nyaris tak terdengar.
“Dan aku merasa terluka ketika orang
itu tidak berada di dekatku,” lanjut Ji Hyeon.
Il Hoon hanya menatap Ji Hyeon.
“Kita baru membacanya sampai halaman
84, masih ada 324 halaman lagi yang harus kita selesaikan bersama-sama,” ucap
Ji Hyeon seraya menyodorkan sebuah buku. (http://jh-nimm.blogspot.com)
“Ige…”
Il Hoon mengambil buku itu dan membukanya di halaman 84, halaman terakhir yang
ia baca bersama Ji Hyeon.
“Il Hoon-a, jeongmal gomawo karena selama ini kau telah berusaha menyembuhkan
hatiku,” ucap Ji Hyeon.
Il Hoon menatap Ji Hyeon.
“Aku sadar bahwa hatiku yang sempat
terluka ini perlahan mulai sembuh semenjak… kehadiranmu…” ucap Ji Hyeon.
Sebuah senyuman kembali terlukis di
wajah tampan Il Hoon. Ia tak dapat mengalihkan tatapannya dari wajah Ji Hyeon
yang begitu ia rindukan itu. Terlebih lagi, kali ini Ji Hyeon tengah tersenyum,
satu hal yang paling Il Hoon inginkan. Il Hoon pun segera menarik Ji Hyeon ke
dalam pelukannya. Il Hoon memeluk Ji Hyeon dengan erat, seolah ia tak ingin ada
lagi yang mencoba untuk menjauhkannya dari Ji Hyeon. seolah Il Hoon ingin
mencurahkan seluruh kasih sayangnya pada gadis yang sanggup membuat debaran
jantungnya berdetak tanpa bisa ia kendalikan itu.
=== THE END ===
JH
Nimm back again… JH Nimm change the game… JH Nimm get your swag… #alalaguWOW
Aheeeyy… JH Nimm balik lagi bawa FF
yang endingnya… well… gimana nih?
Hehehe
Pertanyaannya adalah:
1.
JH
Nimm lagi ke sambet apa sih kok endingnya ehem ehem agak beda dari biasanya
gitu?
2.
Wanna
sequel?
Hahaha #DOR
Well,
don’t for get to always leave your comment.
I’m
so sorry for all the typos and all mistakes in this story. :3
Thank
you so much for your appreciation…
See
ya in the next story… lalalala~
Ja~
Regard,
JH_Nimm
Bgs banget ff nya gua suka kok baca
ReplyDelete