아직은 안녕 우린 안돼요
We can’t
Separated Yet
Black Romance present special JH_Nimm’s birthday 2
A story by JH_Nimm
Title: 아직은 안녕 우린 안돼요
Also known as: We can’t Separated Yet
Genre: Romance, Sad, Hurt, Family
Rating : T
Length : Oneshoot
Disclaimer:
Ini FF murni hasil dari pemikiran saya dan bukan hasil plagiat. So, jangan di Co-Pas seenak jidat, jangan di re-share
tanpa seizin saya dan jangan di plagiat.
Ini FF spesial ulang tahun saya.
Like it, leave your
comment, please… dislike it, don’t bashing, please…
NO silent reader!
Happy Reading…
Gomawo…^^
Back sound :
Evanescence – My Immortal
Main Cast:
Lee Ji Hyeon
EXO M’s Li Jia Heng
(Kris) as Wu Yi Fan
F(x)’s Victoria as
Song Qian
EXO M’s Luhan as Xi
Lu Han
Lee Jung Kwon
Wu Xian Hua
and other cast
= PROLOG =
I want to learn all about you
What do you like
What do you dislike
What do you want
What’s your big dream
It’s all about you
Can you teach me to entering your life?
And can you take me to standing besides you?
And can you hold my hand forever?
Author’s POV
Mentari
pagi mulai menyibakkan cahaya putih kekuningannya. Mencoba menghangatkan jagat
raya yang sempat mendingin ketika di kunjungi sang malam dengan rembulan
purnama yang merona. Kilauan putih kekuningan itu menembus dedaunan
menghangatkan setiap sudut dan setiap inchi bumi yang dengan riangnya menyingkap
kabut yang sempat meninggalkan jejak-jejak embun.
Dalam
temaram pagi yang cerah, tampak seorang gadis tengah duduk sendirian di halte
bis. Ia dengan santai menunggu datangnya bis yang akan mengantarnya menuju ke
sebuah gedung yang menjadi tempatnya mencari ilmu. Di seberang jalan, tampak
seorang pemuda yang dengan gagahnya berdiri sambil memandangi pemandangan
jalanan di sekitarnya. Seragam sekolahnya masih membalut tubuhnya dengan rapi.
Di sampingnya terdapat sebuah sepeda yang setiap hari mengantarkannya menuju
sekolah.
Sesekali
beberapa kendaraan lewat, namun bis yang di tunggu gadis itu tak jua datang.
Sementara di seberang jalan, pemuda gagah itu tampak semakin gelisah dan
sesekali melirik jam tangan berwarna hitam yang melingkar di pergelangan tangan
kirinya. Ketika tak ada kendaraan dan jalanan menjadi lengang, secara tak
sengaja pandangan gadis dan pemuda gagah itu bertabrakan. Mereka saling menatap
satu sama lain, namun tak ada sepatah kata sapaan pun yang sukses terlontar
dari mulut mereka. Hanya diam dan bertatapan lalu kembali mengalihkan pandangan
ke arah lain. Situasi yang selalu terjadi. Karena ini memang bukan pertama
kalinya gadis dan pemuda gagah itu bertemu.
Beberapa
lama kemudian, bis berwarna biru itu akhirnya datang juga. Gadis itupun segera
menaiki bis tersebut. Sementara sang pemuda, masih dengan setia berdiri
menunggu kedatangan seseorang yang sanggup membuatnya gelisah di tengah
cerahnya mentari pagi. Ketika bis perlahan melaju, gadis itu sempat kembali
mengarahkan pandangannya melalui jendela pada pemuda yang selalu ia temui di
pagi hari itu. Begitu juga pemuda itu, ketika bis yang sempat melintas di
hadapannya itu perlahan melaju, ada sebuah dorongan untuk terus menatap kepergian
bis itu, hingga bis tersebut benar-benar menghilang dan tak terlihat dari jarak
pandangnya.
Pertemuan
antara gadis dan pemuda itu memanglah bukan pertemuan pertama. Namun setiap
pertemuan, mereka terpisahkan oleh jalanan yang berseberangan. Tak pernah ada
kata sapaan. Hanya saling menatap bahkan itupun tak lama. Intens pertemuan
mereka bahkan terbilang sangat sering, namun tidak ada niatan bahkan tidak
pernah terpikirkan oleh mereka untuk saling berkenalan.
4 years later…
Cahaya
rembulan tanggal 14 mulai memancar di pelupuk timur. Rupa bulat sempurnanya
menambah keindahan hiasan malam ini. Belum lagi bintang yang bertaburan
membentuk rasi Sagittarius menambah
keindahan malam-malam menjelang penghujung tahun. Sungguh pemandangan malam
yang begitu sempurna.
Cahaya
kecil dari lilin-lilin kecil itu tertiup angin, namun tak jua terpadamkan.
Cahaya lilin itulah yang menemani percakapan yang terjadi antara 2 keluarga
yang tengah bertemu. Tetapi lain lagi dengan 2 insan yang semenjak pertemuan,
tetap bungkam seolah tak ingin ada sepatah katapun yang terucap. Sesekali
mereka saling menatap, namun tidak jua saling berkata. Mereka tetap bungkam.
“Aku
sangat setuju jika kita pererat lagi persahabatan kita ini,” ujar seorang pria
paruh baya dengan kemeja berwarna biru muda itu.
Lelaki
paruh baya dengan kemeja berwarna biru itu adalah Direktur Li. Wu Xian Hua.
Seorang pemilik perusahaan batu bara ternama di China. Wu Xian Hua atau
Direktur Wu memang lama tinggal di Korea, bahkan besar di Korea dan menjalin
persahabatan sejak kecil dengan pemilik perusahaan penerbangan ternama di
Korea, yaitu Direktur Lee. Lee Jung Kwon atau yang lebih di kenal dengan nama
Arthur Lee. Seorang pria keturunan Korea-Inggris.
“Usulan
yang bagus, akan semakin baik jika hubungan kita tidak hanya sebatas sahabat
saja. Tetapi menjadi keluarga. Itu akan sangat baik,” ujar Direktur Lee.
“Puterimu
juga sangat cantik. Akan sangat serasi bila dipasangkan dengan puteraku,”
Direktur Wu menatap seorang gadis dengan gaun berwarna putih yang sejak tadi
terdiam dihadapannya.
“Puteramu
juga sangat tampan dan gagah,” ujar Direktur Lee seraya menatap sesosok pemuda
yang duduk di samping Direktur Wu itu.
“Wu
Fan-a, kenalkan dirimu…” ujar Direktur Wu seraya menyenggol sikut puteranya
yang sejak tadi terdiam itu.
“Annyeong hamsimnikka, Wu Yi Fan imnida¹,”
ucap Wu Fan datar bahkan nyaris tanpa ekspressi.
“Ji
Hyeon-a, ayo perkenalkan dirimu,” ujar Direktur Lee.
“Annyeong hasimnikka, Lee Ji Hyeon imnida…”
ucap Ji Hyeon.
“Nama
yang cantik, seperti orangnya,” ucap Direktur Wu.
“Gamsahamnida²,” ucap Ji Hyeon.
“Arthur-sshi,
bagaimana jika kita berikan waktu pada Wu Fan juga Ji Hyeon untuk sekedar
berjalan-jalan sambil saling berkenalan lebih jauh,” usul Direktur Wu.
Wu
Fan terkejut mendengar perkataan Ayahnya itu dan hanya menatap Ayahnya dengan
tatapan dingin.
“Ide
yang bagus,” timpal Direktur Lee.
“Wu
Fan-a, sebaiknya kau ajak Ji Hyeon berjalan-jalan atau mungkin makan malam,” pinta
Direktur Wu.
“Baiklah,”
dengan malas, Wu Fan pun beranjak dari duduknya dan mulai melangkahkan kakinya.
“Ji
Hyeon-a,” Direktur Lee memberikan isyarat pada Ji Hyeon untuk mengikuti Wu Fan.
Dengan
sedikit rasa terpaksa, Ji Hyeon pun akhirnya mengikuti Wu Fan. Ketika Wu Fan
dan Ji Hyeon sampai di halaman depan, Wu Fan segera memasuki mobilnya yang
memang terparkir tepat di halaman.
“Masuklah!”
seru Wu Fan pada Ji Hyeon yang masih terdiam di bibir pintu.
Ji
Hyeon pun mulai melangkahkan kakinya menuju ke mobil berwarna hitam yang akan
membawanya menelusuri jalanan malam bersama Wu Fan itu. Selama di perjalanan,
tidak ada sepatah katapun yang baik Ji Hyeon ataupun Wu Fan lontarkan. Mereka
hanya diam dalam keheningan. Ji Hyeon hanya terdiam dan bingung dengan apa yang
harus ia lakukan dan katakan, sementara Wu Fan fokus pada jalanan yang entah
akan membawanya kemana itu.
“Kita
akan kemana?” akhirnya Ji Hyeon buka suara ketika mendapati jalanan di depannya
adalah jalanan sepi yang tidak ia kenali.
Wu
Fan tidak bergeming dan tetap fokus menyetir. Dari sudut matanya, Wu Fan bisa
melihat bahwa Ji Hyeon mulai terlihat khawatir. Tentu saja, gadis mana yang
tidak akan khawatir ketika seorang pria yang baru saja di kenalnya membawanya
ke sebuah jalanan sepi yang tidak ia kenali.
“Kita…”
“Tenang
saja, aku tidak akan berbuat macam-macam padamu,” ujar Wu Fan.
Mobil
hitam yang ditumpangi Ji Hyeon dan Wu Fan itu terus melaju dalam kendali Wu
Fan. Beberapa menit kemudian, mereka sampai di sebuah tempat yang asing bagi Ji
Hyeon.
“Kaja³!” ajak Wu Fan seraya membuka pintu
mobilnya.
Wu
Fan turun dari mobil hitam itu. Ji Hyeon yang bingung pun terpaksa mengikuti
kemana Wu Fan akan membawanya, walau dakam pikirannya memang ada sebuah
kekhawatiran. Ternyata Wu Fan tetap menangkap raut kekhawatiran itu.
“Jangan
menunjukkan ekspressi khawatir seperti itu, aku tidak suka melihatnya,” ucap Wu
Fan seraya menghentikan langkahnya. “Jangan berpikiran buruk terhadapku,”
lanjut Wu Fan seraya membalikkan badannya dan sukses membuat Ji Hyeon yang
memang berada di belakangnya itu terkejut.
Wu
Fan dan Ji Hyeon terus menelusuri jalanan kecil yang ternyata akan membawanya
ke sebuah danau.
“Kenapa
kita kemari?” tanya Ji Hyeon.
“Kau
tidak suka?” tanya Wu Fan balik.
“Aniya⁴… bukan begitu,” jawab Ji Hyeon
cepat.
Setelah
terlibat percakapan kecil itupun, suasana menjadi hening. Ji Hyeon menatao
lurus ke arah danau, sementara Wu Fan menatap langit malam yang memang saat itu
bertabur bintang rasi Sagittarius.
Malam yang cukup romantis, namun tidak bagi Ji Hyeon dan Wu Fan yang memang
baru saja saling mengenal.
“Apa
kau masih ingat wajahku?” tanya Wu Fan secara tiba-tiba.
“Eum…
ya…” jawab Ji Hyeon ragu.
“Saat
itu kita sering bertemu, bukan?” tanya Wu Fan lagi.
“Geurae⁵, aku sering melihatmu di halte
bis,” jawab Ji Hyeon.
Wu
Fan terdiam dan mengalihkan pandangannya pada wajah Ji Hyeon. Meskipun remang,
Wu Fan masih bisa melihat wajah Ji Hyeon dengan cukup jelas. Ada sebuah ke
khawatiran yang terbersit dari wajah Wu Fan.
“Kau
tahu, kita di jodohkan,” Wu Fan kembali mengarahkan pandangannya pada langit
malam yang bertabur bintang itu. “Dan kau tahu, kita tidak bisa menolak
perjodohan itu. Karena jika sampai kita menolak perjodohan itu…” lanjut Wu Fan.
“Aku
tahu…” Ji Hyeon memotong ucapan Wu Fan.
“Ini
pasti akan sulit bagimu,” ujar Wu Fan seraya kembali mengarahkan pandangannya
pada wajah Ji Hyeon.
Ji
Hyeon hanya menatap Wu Fan yang tengah menatapnya itu dengan tatapan heran.
“Kita
akan menikah di bawah perjodohan, jika pun nanti aku sama sekali tidak menyentuhmu,
maka saat kita bercerai nanti, orang-orang pasti akan memandangmu lain,” jelas
Wu Fan.
“Kenapa
kau terpikirkan akan hal itu?” tanya Ji Hyeon.
“Kau
seorang perempuan dan pikirkanlah, ini akan sulit bagimu nantinya. Apalagi
mungkin setelah kita menikah, kau menyukai pria lain sedangkan kau berstatus
sebagai istriku,” jelas Wu Fan lagi. “Apa yang akan kau lakukan?” tanya Wu Fan.
“Mollasseo⁶…” jawab Ji Hyeon setengah
berbisik.
“Sejujurnya
aku mengkhawatirkanmu jika perjodohan ini benar-benar terlaksana,” ucap Wu Fan
seraya memandang danau yang airnya tampak tenang itu.
Ji
Hyeon tidak bergeming. Di tatapnya sejenak pria yang saat ini ada di sampingnya
itu. Dalam hatinya, Ji Hyeon merasa berterima kasih karena meskipun Wu Fan
bukanlah siapa-siapanya, tapi Wu Fan mengkhawatirkannya. Ya meskipun memang Ji
Hyeon juga terpikir bahwa pasti Wu Fan juga mengkhawatirkan dirinya sendiri.
“Hattchi…”
tiba-tiba terdengar Ji Hyeon bersin.
“Waeyo?⁷” tanya Wu Fan seraya kembali
mengalihkan pandangannya pada Ji Hyeon yang saat itu tengah mengusap-usap
tangannya untuk menghangatkan diri.
“Gwaenchanha⁸…” jawab Ji Hyeon.
Wu
Fan tanggap bahwa Ji Hyeon kedinginan. Apalagi melihat gaun yang sedang di
kenakan Ji Hyeon saat itu memang sedikit terbuka. Wu Fan pun melepaskan jasnya
dan memberikannya pada Ji Hyeon.
“Mwoya?⁹” tanya Ji Hyeon heran saat Wu
Fan menyerahkan jasnya.
“Kau
kedinginan, kan?” tanya Wu Fan balik.
Ji
Hyeon pun mengambil jas Wu Fan dan memakainya.
“Gomawo¹⁰, Wu Fan-sshi…” ucap Ji Hyeon.
***
Several months later…
Pernikahan
Wu Fan dan Ji Hyeon terlaksana, seperti apa yang Wu Fan khawatirkan. Baik Ji
Hyeon mauoun Wu Fan memang tidak bisa berbuat banyak, karena ini juga demi
mempertahankan hubungan persahabatan kedua keluarga yang memang sudah terjalin
sejak lama. Ketika Ji Hyeon dan Wu Fan hendak berangkat ke Pattaya, Thailand
untuk berbulan madu, ternyata ada seseorang yang sengaja datang untuk sekedar
mengucapkan selamat atas pernikahan Ji Hyeon dan Wu Fan itu.
“Semoga
kalian selalu bahagia…” ujar seorang pria seraya memberikan sebucket bunga
mawar pink pada Ji Hyeon.
“Gamsahamnida…” ucap Ji Hyeon seraya
menerima bunga mawar pink itu.
“Wu
Fan-sshi, bisakah kita bicara sebentar?” tanya pria itu.
“Sure…” jawab Wu Fan.
Pria
itupun membawa Wu Fan beberapa langkah menjauh dari Ji Hyeon dan kerumunan
orang-orang.
“Wu
Fan-sshi, maukah kau berjanji sesuatu?” tanya pria itu.
“Mwoya?” tanya Wu Fan balik seraya
menatap wajah pria yang berada di hadapannya itu.
“Maukah
kau berjanji untuk selalu menjaga Ji Hyeon, membuat Ji Hyeon bahagia dan
berjanji untuk tidak akan pernah membuat Ji Hyeon sedih apalagi menangis?” pria
itu menatap tepat ke manic mata Wu Fan. Dari pertanyaannya itu, Wu Fan dapat
merasa bahwa pemuda itu serius.
“Aku…
sejujurnya aku sulit untuk berjanji seperti apa yang kau katakan. Mianhae¹¹…” jawab Wu Fan.
“Waeyo?” tanya pria itu.
“Aku
khawatir, aku tidak akan bisa memenuhi janji itu,” jawab Wu Fan.
Pria
itu hanya menatap Wu Fan. Dari sorot matanya cukup terlihat bahwa ia tengah
memohon pada Wu Fan agar Wu Fan bisa memenuhi permintaannya.
“Maaf,
aku harus pergi sekarang,” ujar Wu Fan seraya menepuk bahu pria itu.
“Aku percaya, kau pasti bisa menjaga Ji
Hyeon dengan baik. Kau menikah dengan Ji Hyeon, itu artinya Tuhan lebih
mempercayakan padamu bahwa kau bisa menjaganya lebih baik dariku,” gumam
batin pria itu seraya menatap kepergian Wu Fan.
***
Setelah
selama beberapa jam berada dalam pesawat, akhirnya Ji Hyeon juga Wu Fan sampai
di Pattaya, Thailand. Tanpa banyak beristirahat, Ji Hyeon dan Wu Fan memutuskan
untuk berjalan-jalan ke pantai menikmati sunset.
Namun di tengah perjalanan, Ji Hyeon dan Wu Fan memutuskan untuk jalan
masing-masing. Ji Hyeon memilih untuk kembali ke hotel tempat mereka menginap,
sementara Wu Fan memutuskan untuk berjalan-jalan sambil menikmati udara
Pattaya.
Ketika
Wu Fan tengah menikmati pemandangan sunset
dari pantai Pattaya, mata Wu Fan tertuju pada sesosok gadis yang amat ia
kenali. Gadis itu tengah berjalan berdampingan dan terlihat begitu bahagia
bersama seorang pria yang Wu Fan tak kenali siapa.
“Ternyata ini alasanmu…” gumam batin Wu
Fan.
Wu
Fan terus mengamati gadis itu. Ternyata gadis itu juga sempat melirik ke arah
Wu Fan yang memang sedang memperhatikannya. Tapi gadis itu segera memalingkan
wajahnya dan pergi. Melihat kepergian gadis itu, Wu Fan hanya bisa tersenyum
miris. Bagaimana tidak, gadis itu adalah masa lalunya, gadis yang teramat ia
cintai yang tega meninggalkannya tanpa alasan dan kini Wu Fan melihat dengan
mata kepalanya sendiri, gadis itu tengah berjalan bersama seorang pria.
***
Hingga
malam tiba, belum ada tanda-tanda bahwa Wu Fan akan pulang. Ji Hyeon tentu saja
khawatir, karena ponsel Wu Fan tidak dapat di hubungi. Hingga akhirnya Ji Hyeon
pun memilih untuk tetap menunggu Wu Fan pulang. Namun ternyata, Ji Hyeon
tertidur dan Wu Fan pulang di saat Ji Hyeon telah tertidur.
CKLREEKK…
Terdengar
suara seseorang membuka dan menutup pintu. Ji Hyeon pun segera terbangun karena
takut ada orang yang masuk. Ji Hyeon khawatir yang masuk adalah orang jahat.
Namun ternyata yang datang adalah Wu Fan dalam keadaan mabuk. Dalam keadaan
sadar dan tidak, Wu Fan pun menghampiri Ji Hyeon yang saat itu tengah terduduk
di sofa.
“Kau
menungguku?” tanya Wu Fan.
Ji
Hyeon pun segera beranjak ketika tubuh Wu Fan hamper limbung.
“Kau
mabuk,” ujar Ji Hyeon seraya menopang Wu Fan.
“Kau
tahu, hidupku sangat miris,” ujar Wu Fan.
“Sebaiknya
kau sekarang beristirahat,” Ji Hyeon mengabaikan kata-kata Wu Fan dan membawa
Wu Fan menuju ke kasur.
Ji
Hyeon membaringkan tubuh Wu Fan di atas sebuah kasur king size itu. Ternyata Wu Fan langsung terlelap. Ji Hyeon pun
melepaskan sepatu Wu Fan dan kemudian menyelimuti Wu Fan. Setelah itu, Ji Hyeon
kembali menuju sofa dan tidur. Ji Hyeon sengaja tidur di sofa demi mencegah
agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Pagi
hari, ketika terbangun Wu Fan mendapatinya sudah berada di kamar hotel yang
memang ia sewa untuk berbulan madu dengan Ji Hyeon. Wu Fan terkejut karena ia
takut terjadi sesuatu. Namun ketika Wu Fan melihat ke samping kiri dan
kanannya, ia hanya tidur sendiri dan tidak ada Ji Hyeon di sana. Wu Fan sedikit
merasa lega, karena itu artinya ia tidak berbuat macam-macam pada Ji Hyeon.
Karena semenjak awal rencana perjodohan mereka, Wu Fan sudah berkomitmen untuk
tidak akan menyentuh Ji Hyeon. Namun Wu Fan terkejut ketika mendapati sesosok
gadis tengah tertidur di sebuah sofa.
“Apa
yang ada dalam pikranmu?” tanya Wu Fan seraya menatap sosok Ji Hyeon yang
tengah tertidur di sofa itu.
Wu
Fan pun segera beranjak dan menuju ke sofa tempat Ji Hyeon tertidur. Wu Fan
berjongkok tepat di depan sofa itu dan menatap wajah Ji Hyeon.
“Kau
pasti lelah menungguku selamaman,” ucap Wu Fan seraya menyibakkan poni yang
menutupi dahi Ji Hyeon. Tanpa sadar, sesungging senyuman tampak dari wajah Wu
Fan.
Dengan
hati-hati, Wu Fan mengangkat tubuh Ji Hyeon untuk memindahkan Ji Hyeon ke
kasur. Wu Fan pikir, badan Ji Hyeon pasti akan merasa pegal karena semalaman
tidur di sofa seperti itu. Wu Fan pun membaringkan tubuh Ji Hyeon di kasur.
Sejenak Wu Fan memandangi wajah Ji Hyeon yang masih tertidur itu.
“Kenapa
kau harus terjebak seperti ini?” tanya Wu Fan seraya membelai rambut Ji Hyeon.
Rupanya
Ji Hyeon merasa ada seseorang yang tengah membelai rambutnya. Ji Hyeon pun
segera membuka matanya dan Ji Hyeon sangat terkejut begitu mendapati Wu Fan lah
yang tengah membelai rambutnya. Di tambah lagi wajahnya dan wajah Wu Fan
teramat dekat.
“Apa
yang kau lakukan?” tanya Ji Hyeon seraya mendorong Wu Fan dan terbangun.
“Aku
hanya memindahkanmu dari sofa,” jawab Wu Fan.
Ji
Hyeon menatap Wu Fan dengan tatapan antara takut dan tidak percaya.
“Kau
tidak percaya padaku?” tanya Wu Fan.
“Aku
hanya…” ucapan Ji Hyeon tertahan.
“Hanya
takut aku akan menyentuhmu lebih jauh?” Wu Fan memotong kata-kata Ji Hyeon.
Ji
Hyeon pun menatap Wu Fan sejenak. Dalam tatapannya, Ji Hyeon terpikirkan untuk
mencoba mempercayai Wu Fan. Ji Hyeon pun segera beranjak, meninggalkan Wu Fan
yang masih terduduk di tempat tidur yang tengah menatapnya dengan heran itu.
***
Several months later…
Perjalanan
rumah tangga Ji Hyeon dan Wu Fan tidak berjalan layaknya hubungan rumah tangga
lainnya. Bahkan meskipun mereka hidup dalam satu atap, tapi Ji Hyeon dan Wu Fan
sengaja pisah kamar. Mereka hanya terlihat mesra ketika dihadapan keluarga
masing-masing. Baik dari pihak keluarga Wu Fan, maupun keluarga Ji Hyeon memang
sudah menuntut mereka untuk memiliki anak. Namun Wu Fan dan Ji Hyeon selalu
tidak pernah memberikan jawaban atas hal itu. Karena memang Wu Fan dan Ji Hyeon
menikah atas dasar formalitas untuk menjaga agar hubungan kedua keluarga tetap
berjalan dengan baik.
***
Saat
itu. Wu Fan sedang menunggu di sebuah café. Rencananya hari ini ia akan bertemu
dengan salah satu rekan bisnisnya. Namun setelah selama 30 menit ia menunggu,
rekan bisnisnya itu tak kunjung datang juga.
“Wu Fan Oppa¹²…” tiba-tiba terdengar
sebuah suara yang sangat Wu Fan kenali.
Wu
Fan pun segera mengedarkan pandangannya untuk mencari tahu siapa pemilik suara
yang sangat tidak asing baginya itu. Betapa terkejutnya Wu Fan ketika mendapati
seorang gadis tengah tersenyum manis dan berjalan ke arahnya. Tanpa menunggu Wu
Fan mempersilakannya, gadis itu duduk tepat di kursi yang berada di hadapan Wu
Fan.
“Bagaimana
kabarmu?” tanya gadis itu.
Wu
Fan hanya memandangi gadis itu dengan tatapan tajam.
“Sudah
lama kita tidak bertemu dan kau banyak berubah,” ujar gadis itu. “Sejujurnya
aku sangat merindukanmu,” lanjut gadis itu.
Wu
Fan masih juga tak bergeming.
“Wu
Fan Oppa, aku dengar kau sudah
menikah. Gadis yang kau nikahi itu pasti sangat beruntung mendapatkan seorang
pria tampan dan berasal dari keluarga kaya sepertimu,” ujar gadis itu.
Wu
Fan masih juga tidak menanggapi setiap perkataan gadis itu.
“Kau
menikahi gadis itu karena kau mencintainya, kan?” tanya gadis itu secara
tiba-tiba.
“Apa
maksudmu?” tanya Wu Fan balik.
“Wu
Fan Oppa, aku hanya khawatir kau
tidak bisa melupakanku,” ujar gadis itu.
“Bicara
apa kau?” tanya Wu Fan sedikit mulai kesal.
“Aku
tahu sendiri dulu bagaimana kau begitu mencintaiku dan aku juga tahu bagaimana
kau begitu frustrasi ketika aku meninggalkanmu. Jadi yang aku katakan ini tidak
sepenuhnya salah,” ucap gadis itu.
Wu
Fan merasa keadaannya semakin tidak baik. Wu Fan pun beranjak dan memutuskan
untuk meninggalkan café itu.
“Aku yakin kau pasti akan kembali padaku,
cepat atau lambat,” gumam batin gadis itu seraya tersenyum licik.
Flashback to 4 years ago…
Author’s POV
Sore
itu, tampak Wu Fan tengah duduk di bawah pohon yang berada tak jauh di belakang
rumahnya. Dengan teliti, tangannya menggambar sebuah sketsa wajah. Sebuah
sketsa wajah seorang gadis yang selalu memenuhi ruang pikirannya itu.
“Sedang
apa?” tiba-tiba terdengar sebuah suara yang memang taka sing bagi Wu Fan namun
sanggup membuatnya sedikit terkejut itu.
“Ah
Qian-a, aku sedang menggambar sketsa,” jawab Wu Fan tergugup.
“Boleh
aku melihatnya?” tanya gadis yang ternyata bernama Qian itu.
“Sebaiknya
jangan dulu, karena aku belum selesai membuatnya,” jawab Wu Fan.
“Eung…
sebenarnya ada yang ingin aku bicarakan,” ujar Qian seraya melangkahkan kakinya
sedikit menjauh dari Wu Fan.
“Mwoya?” tanya Wu Fan seraya beranjak
dari duduknya dan berdiri di belakang Qian.
Qian
membalikkan badannya lalu menatap wajah Wu Fan yang tepat berada dihadapannya
itu sekarang. Sejenak ada keheningan karena Qian belum juga mengatakan
maksudnya sementara Wu Fan menunggu apa yang akan dikatakan oleh Qian.
“Kau
janji tidak akan marah padaku, kan?” tanya Qian.
“Iya,
kau juga tahu sendiri aku tidak pernah bisa marah padamu,” jawab Wu Fan.
“Tapi
kali ini…” Qian menggantung kalimatnya, membuat Wu Fan semakin harap-harap
cemas dengan kalimat selanjutnya.
“Mwoya?” tanya Wu Fan seraya menetralkan
suansana hatinya.
“Kita
sudahi sampai di sini saja,” ujar Qian.
“Apa
maksudmu?” tanya Wu Fan.
“Aku
tidak bisa melanjutkan hubungan kita,” jawab Qian.
“Wae¹³?” tanya Wu Fan.
“Aku
tidak bisa mempertahankan hubungan kita,” jawab Qian.
“Wae?” tanya Wu Fan lagi.
“Mianhae…” ujar Qian.
“Kau
hanya bercanda, kan?” tanya Wu Fan meyakinkan apa yang ia dengar itu hanyalah
lelucon.
“Aku
tidak bercanda,” jawab Qian.
“Qian-a,
bercandamu ini tidak lucu,” ujar Wu Fan mencoba menahan sesak yang sebenarnya
mulai menyeruak dalam dirinya.
“Mianhae…”ujar Qian seraya berlari
meninggalkan Wu Fan yang saat itu hanya bisa tertegun menatap kepergiannya.
“Wae? Wae ireohke¹⁴?” tanya Wu Fan kepada
dirinya sendiri.
Wu
Fan pun meraih sketsa yang belum sempat ia tuntaskan itu. Ia menatap wajah yang
ia gambar itu. Wajah Song Qian, gadis yang sangat ia cintai yang sengaja ia
buat sketsa sebagai hadiah ulang tahun untuk Qian nanti. Sketsa wajah yang
selalu menghiasi pikirannya yang belum sempat ia tuntaskan itupun hendak ia
robek. Namun ada rasa tak kuasa dalam hatinya untuk merobek sketsa wajah itu.
Flashback END
Author’s POV
Wu
Fan menuju ke kamarnya. Di dalam kamarnya, ia membuka sebuah laci di meja yang
terletak tepat di samping tempat tidurnya. Di dalam laci itu, ia menemukan
sebuah kertas yang tergambra sebuah sketsa. Sebuah sketsa wajah yang tak sempat
ia tuntaskan karena rasa sakit yang menjalar dihatinya dan sebuah perpisahan
sepihak yang terlalu cepat menghampirinya di masa lalu. Tanpa ia sadari, matanya
mulai berkaca-kaca ketika menatap sketsa wajah itu.
“Sejujurnya
aku juga sangat merindukanmu. Semenjak dulu,” gumam Wu Fan.
Ternyata
di bibir pintu, ada Ji Hyeon yang tengah memperhatikannya. Ji Hyeon menatap Wu
Fan dan Ji Hyeon mendengar gumaman Wu Fan itu. Ji Hyeon mengerti benar apa yang
terjadi pada Wu Fan. Ji Hyeon tahu, Wu Fan tengah merindukan masa lalunya.
Tanpa Ji Hyeon sadari, rasa sesak mulai merasuki perasaannya.
***
Hari
itu, Wu Fan sedang berada di kantornya. Ia tengah mengurusi beberapa file yang harus segera ia laporkan
kepada Direktur Wu, Ayahnya yang merupakan pimpinan perusahaan. Ketika Wu Fan
tengah sejenak beristirahat, tiba-tiba seseorang masuk tanpa seizin Wu Fan.
“Untuk
apa kau datang kemari?” tanya Wu Fan.
“Untuk
bertemu denganmu,” jawab orang itu.
“Qian-a,
pergilah sebelum aku mengusirmu,” ujar Wu Fan tegas.
“Yakin
kau akan mengusirku?” tanya gadis yang ternyata bernama Qian itu.
Wu
Fan hanya terdiam. Ia menatap Qian dengan tatapan tajam. Wu Fan juga sadar bahwa
apa yang ia katakan memang tidak sesuai dengan kata hatinya. Karena mana
mungkin ia tega mengusir Qian yang jelas-jelas sangat ia rindukan itu.
“Apa
kau tidak merindukanku?” tanya Qian.
“Apa
maksudmu?” tanya Wu Fan balik.
Qian
menatap Wu Fan. Tatapan yang sangat Wu Fan rindukan.
“Aku
sudah menikah dan memiliki seorang istri. Mana mungkin aku merindukanmu?” ujar
Wu Fan seraya mengalihkan pandangannya agar tidak bertabrakan dengan tatapan
Qian.
“Wu
Fan Oppa, ketahuilah bahwa satu hal
yang tidak pernah bisa kau sembunyikan adalah tatapanmu yang tidak pernah bisa
menunjukkan kebohongan. Dari matamu, terlihat jelas bagaimana perasaanmu yang
sesungguhnya,” jelas Qian.
Wu
Fan tidak bergeming. Wu Fan beranjak dan hendak meninggalkan ruangan yang mulai
membuatnya tak nyaman itu.
“Apa
kau masih sanggup untuk menyembunyikannya dariku? Kita saling mengenal sudah
sejak lama dan aku sangat tahu dirimu…” ucapan Qian tertahan begitu Wu Fan
menghentikn langkahnya dan menatapnya.
“Aku
memang sangat merindukanmu. Sudah sejak lama,” ujar Wu Fan.
“Wu
Fan Oppa…”
“Tapi
ketika aku benar-benar merindukanmu, dimana kau? Kemana kau pergi? Kenapa kau
meninggalkanku?” tanya Wu Fan.
“Aku
tahu, aku salah. Maafkan aku,” ujar Qian.
“Haruskah
aku memaafkanmu?” tanya Wu Fan pada dirinya sendiri.
“Wu
Fan Oppa, sejujurnya aku kembali ke
sini adalah tak lebih hanya untuk meminta maaf padamu, untuk menebus semua
kesalahanku padamu dan aku ingin kita seperti dulu lagi,” jelas Qian.
“Sejujurnya juga aki masih sangat mencintaimu,” lanjut Qian.
Wu
Fan terdiam. Dalam benaknya, memang ia juga masih mencintai Qian, namun tak
dapat di pungkiri bahwa rasa sakit ketika Qian menyatakan perpisahan secara
sepihak itu masih membekas dalam hatinya.
“Saat
itu, aku terpaksa meninggalkanmu. Bagiku, benar-benar tidak mudah dan aku
menangis setelah aku mengatakan bahwa kita harus berpisah. Saat itu, aku
benar-benar tidak ingin berpisah denganmu namun keadaan yang memaksaku harus
memilih. Maafkan aku…” jelas Qian.
Wu
Fan masih tidak bergeming. Sementara Qian kini mulai menangis.
“Maafkan
aku…” ucap Qian dan air matanya semakin deras menuruni wajahnya.
Qian
tertunduk. Di saat itu lah, Wu Fan menghampirinya dan memeluknya.
“Aku
sangat merindukanmu,” ujar Wu Fan seraya memeluk Qian dengan erat untuk
melepaskan semua kerinduan yang memang sudah ia pendam sejak 4 tahun yang lalu.
Ternyata
di bibir pintu, ada seseorang yang menyaksikan hampir seluruh kejadian itu.
Orang itu tak lain adalah Ji Hyeon. Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri,
bagaimana suaminya kini tengah memeluk seorang gadis yang sangat dirindukan
suaminya itu.
“Arasseo¹⁵…” ucap Ji Hyeon setengah
berbisik seraya melangkah meninggalkan tempat yang membuatnya merasa sesak itu.
Ji
Hyeon pun melangkahkan kakinya menelusuri jalanan Seoul. Ia seolah orang bodoh.
Bahkan mungkin ia kini tampak seperti orang gila. Berjalan mengikuti kemana
kakinya melangkah tanpa tahu tujuan. Dalam pikirannya, terbayang kejadian yang
baru saja ia lihat. Ia tahu benar bahwa memang pernikahannya dengan Wu Fan
hanyalah sebatas formalitas. Namun bagaimanapun, ia adalah seorang istri dan
istri mana yang tidak akan merasa sakit ketika melihat suaminya memeluk wanita
lain dan wanita tersebut adalah masa lalu yang sangat di cintai suaminya?
Ji
Hyeon terduduk di sebuah bangku taman. Tanpa Ji Hyeon sadari, perlahan cairan
bening itu mulai keluar dari pelupuk matanya. Dalam hatinya, kini ada sebuah
rasa yang membuatnya begitu terluka.
“Ji
Hyeon-a…” ucap sebuah suara yang tak asing bagi Ji Hyeon, namun Ji Hyeon tak
mau menghiraukan suara itu.
“Apa
yang…” ucapan pria itu tertahan ketika melihat Ji Hyeon tengah menangis.
Pria
itu pun segera duduk di samping Ji Hyeon dan meraih Ji Hyeon ke dalam
pelukannya.
“Uljima…¹⁶” ucap pria itu.
“Wae? Wae ireohke?” tanya Ji Hyeon di
sela-sela tangisnya.
Pria
itu tak bergeming, membiarkan Ji Hyeon meluapka perasan yang tengah membuncah
dalam dadanya.
“Lu
Han-a, aku tidak mau seperti ini,” ujar Ji Hyeon.
“Arasseo…” hanya itu kata-kata yang
sanggup keluar dari mulut pria bernama Lu Han itu.
“Kenapa
aku harus terjebak dalam perjodohan dan pernikahan ini?” tanya Ji Hyeon.
“Jika aku bisa, aku ingin membebaskanmu dari
kesulitan ini. Aku tahu kau pasti sangat tersiksa dengan keadaanmu saat ini.
Jika saja saat itu kau menikah denganku, mungkin kau tidak akan pernah menangis
seperti ini. Karena aku pasti akan membuatmu selalu bahagia…” gumam batin
Luhan.
***
Malam
itu, Wu Fan pulang sedikit terlambat. Namun Ji Hyeon masih sanggup untuk
membukakan pintu untuknya, karena memang Ji Hyeon sendiri juga belum tidur.
“Kau
belum tidur?” tanya Wu Fan ketika Ji Hyeon membukakan pintu untuknya.
Ji
Hyeon hanya diam dan segera kembali menuju ke kamarnya tanpa menghiraukan Wu
Fan. Ji Hyeon dapat melihat dengan jelas, kebahagiaan tergambar jelas dari raut
wajah Wu Fan. Dan malam ini, memang Wu Fan menampakkan keceriaan yang sempat
menghilang selama 4 tahun itu. Dan ini, pertama kalinya Ji Hyeon melihat Wu Fan
begitu bahagia semenjak pernikahan mereka.
“Ada
apa dengannya?” tanya Wu Fan pada dirinya sendiri mendapati Ji Hyeon yang lain
dari biasanya itu.
***
Pagi
harinya, Wu Fan bangun sedikit terlambat. Namun sarapan pagi sudah tersedia di
meja makan. Tapi kali ini, tidak ada Ji Hyeon yang selalu menemani dan membuatkannya
sarapan. Ji Hyeon menghilang.
“Kemana
anak itu?” tanya Wu Fan.
Wu
Fan pun mencari Ji Hyeon ke kamarnya. Barang kali mungkin Ji Hyeon tengah ada
di kamarnya. Tapi Ji Hyeon tetap tidak ada. Akhirnya Wu Fan pun hanya sarapan
sendirian dan segera pergi ke kantor ketika ia sudah selesai sarapan.
***
Malam
harinya, setelah puas berjalan-jalan ke Busan, Ji Hyeon baru pulang. Ketika
memasuki rumah, Ji Hyeon mendengar suara Wu Fan tertawa. Ji Hyeon pun menuju ke
kamar Wu Fan yang saat itu pintunya sedikit terbuka. Dari celah itu, Ji Hyeon
dapat melihat dengan jelas Wu Fan tengah bersama seorang gadis. Gadis yang saat
itu ia lihat tengah berpelukan dengan Wu Fan di kantornya. Ji Hyeon pun memilih
untuk meninggalkan tempat itu dan menuju ke kamarnya. Ternyata Wu Fan mendengar
langkah kaki Ji Hyeon dan segera keluar dari kamarnya.
“Ji
Hyeon-a…” panggil Wu Fan.
Ji
Hyeon pun menghentikan langkahnya.
“Ji
Hyeon-a, aku bisa menjelaskannya,” ujar Wu Fan seraya melangkah mendekati Ji
Hyeon.
Ji
Hyeon tidak bergeming dan hanya menundukkan kepalanya.
“Ji
Hyeon-a, tidak terjadi sesuatu di antara kami. Gadis itu…” Wu Fan gugup.
“Arasseo…” ujar Ji Hyeon.
“Ji
Hyeon-a, aku…” ucapan Wu Fan tertahan, Wu Fan bingung harus mengatakan apa.
“Gwaenchanha…” ujar Ji Hyeon.
“Ji
Hyeon-a…”
“Gwaenchanha…”
Ji
Hyeon pun kembali melangkahkan kakinya menuju ke kamarnya meninggalkan Wu Fan
yang saat itu tengah kebingungan. Namun dalam pikiran Wu Fan juga terbersit, Ji
Hyeon pasti mengerti. Lagi pula, Ji Hyeon mana mungkin mencintainya, jadi Ji
Hyeon tidak mungkin terluka toh pernikahan mereka saja hanya formalitas.
***
Selama
berhari-hari, Ji Hyeon dan Wu Fan tidak saling bertemu. Bahkan kini Ji Hyeon
lebih sering pulang ke rumah orang tuanya. Wu Fan pun memutuskan untuk
menelepon Ji Hyeon. Namun Ji Hyeon selalu tidak mengangkatnya. Bahkan ketika Wu
Fan menelepon ke rumahnya pun, Ji Hyeon selalu menolak untuk menerima telepon
dari Wu Fan. Dalam benak Wu Fan, ia merasa takut Ji Hyeon akan menceritakan soal
perselingkuhannya dengan Qian pada orang tuanya. Namun Wu Fan yakin, Ji Hyeon
tidak akan mungkin berani menceritakan apapun pada keluarganya. Wu Fan tahu
benar akan Ji Hyeon.
***
“Apa
maksudnya ini?” tanya Direktur Wu seraya melemparkan beberapa foto pada Wu Fan
yang saat itu tengah duduk di hadapannya.
Wu
Fan pun mengambil foto-foto itu dan melihatnya. Wu Fan sangat terkejut, karena
foto-foto itu adalah fotonya bersama Qian.
“Ayah,
aku bisa menjelaskannya…” ujar Wu Fan.
“Kau
berselingkuh, hah? Bagaimana bisa kau melakukan hal bodoh dan memalukan seperti
itu?” bentak Direktur Wu.
“Ayah…”
“Kau
bingung bagaimana bisa aku mengetahuinya?” tanya Direktur Wu.
Wu
Fan terdiam. Baru kali ini Wu Fan melihat bagaimana Direktur Wu begitu marah.
“Kau
pikir Ayahmu ini bodoh, hah?” bentak Direktur Wu lagi.
“Ayah,
aku…”
“Aku
tidak ingin mendengar penjelasan apapun darimu. Ketika Asisten Arthur datang
padaku dan mengatakan bahwa ia melihatmu bersama seorang wanita, aku merasa
geram padanya. Tapi ternyata setelah ku selidiki, kau memang benar-benar
berselingkuh dengan wanita lain,” jelas Direktur Wu.
“Ayah,
maafkan aku…” ujar Wu Fan.
Direktur
Wu menampar Wu Fan.
“Kau
membuatku malu,” ujar Direktur Wu.
“Hentikan!”
tiba-tiba terdengar sebuah suara.
“Ji
Hyeon-a, untuk apa kau datang lagi kemari?” tanya Direktur Wu.
Wu
Fan mengarahkan pandangannya pada Ji Hyeon yang saat itu tengah menghampirinya.
“Ini
salahku,” ujar Ji Hyeon seraya menatap Direktur Wu.
“Ji
Hyeon-a…”
“Aku
yang salah karena aku membiarkan suamiku berselingkuh dengan wanita lain,” ujar
Ji Hyeon.
“Wu
Fan-a, dengarlah. Di saat seperti ini pun, Ji Hyeon masih membelamu. Tapi kau
tega menyakiti hati gadis sebaik Ji Hyeon,” ujar Direktur Wu.
“Ayah,
maafkan aku…” ujar Wu Fan seraya berlutut di kaki Direktur Wu.
“Aku
kecewa padamu,” Direktur Wu pun meninggalkan Wu Fan dan Ji Hyeon.
“Ayah…”
panggil Wu Fan, namun Direktur Wu tidak menghiraukannya dan dengan mantap tetap
berjalan keluar dari rumah itu.
“Gwaenchanhayo¹⁷?” tanya Ji Hyeon seraya
duduk di samping Wu Fan.
Wu
Fan hanya menatap Ji Hyeon.
“Kenapa
kau masih mau datang kemari? Kenapa kau membelaku?” tanya Wu Fan.
“Aku…”
ucapan Ji Hyeon tertahan ketika Wu Fan memeluknya.
“Mianhae… jeongmal mianhae¹⁸…” ujar Wu Fan.
***
Flashback several days ago…
Author’s POV
“Kau
sudah tahu tentang ini?” tanya Direktur Wu seraya menyerahkan beberapa foto
pada Ji Hyeon.
“Ne¹⁹…” jawab Ji Hyeon.
“Ketika
ku dengar dari Asisten Ayahmu bahwa ia melihat anakku, Wu Fan, tengah bersama
seorang gadis dan gadis itu bukanlah kau, aku marah padanya. Karena ku pikir,
mana mungkin anakku akan berselingkuh. Tetapi ternyata setelah ku selidiki,
ternyata ia memang menjalin hubungan dengan wanita lain,” jelas Direktur Wu. “2
hari yang lalu juga ku dengar dari anak buahku, kau meninggalkan rumah dan
pulang ke rumah orang tuamu. Aku pikir, kau pasti kecewa dan marah terhadap
yang Wu Fan lakukan padamu…”
“Bukan
begitu…” sela Ji Hyeon.
“Ji
Hyeon-a, aku mengerti perasaanmu. Mana mungkin kau bisa bertahan menyaksikan
suamimu sendiri selingkuh, bukan?” tanya Direktur Wu.
“Gwaenchanseumnida²⁰… Wu Fan bukan
berselingkuh. Itu terlalu kasar untuk di katakan. Jika boleh aku jujur,
semenjak awal perjodohan hingga pernikahan kami, di antara kami memang tidak
pernah saling mencintai. Jikapun Wu Fan memang pergi dengan seorang wanita,
wanita itu adalah masa lalu Wu Fan yang sangat Wu Fan cintai dan aku mengerti
akan hal itu,” jelas Ji Hyeon.
“Lalu
kenapa kau harus pulang ke rumah orang tuamu?” tanya Direktur Wu.
“Aku
hanya ingin mengunjungi mereka,” jawab Ji Hyeon.
“Benarkah?”
tanya Direktur Wu meyakinkan.
Ji
Hyeon hanya tersenyum seraya menganggukkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan
Direktur Wu.
“Lalu
apa yang akan kau lakukan? Apa kau akan mempertahankan pernikahan ini?” tanya
Direktur Wu.
“Aku
tidak tahu…” jawab Ji Hyeon.
“Ayahmu
belum tahu tentang hal ini, kan?” tanya Direktur Wu.
“Ia
sudah tahu,” jawab Ji Hyeon.
“Geurigo²¹?” tanya Direktur Wu lagi.
“Ia
memintaku untuk bercerai dengan Wu Fan,” jawab Ji Hyeon.
“Bagaimana
dengan keputusanmu?” tanya Direktur Wu khawatir.
“Aku
belum memberikan jawaban,” jawab Ji Hyeon.
Sejujurnya,
Direktur Wu sangat kecewa dengan apa yang Wu Fan lakukan. Jika pun ia dalam
posisi Direktur Lee, ia pun akan melakukan hal yang sama, yaitu meminta Ji
Hyeon untuk bercerai dengan Wu Fan. Namun dalam hati Direktur Wu, ia tidak
ingin kehilangan menantu sebaik Ji Hyeon. Tetapi tidak dapat di pungkiri juga
bahwa Direktur Wu merasa bersalah pada Ji Hyeon, karena telah menjodohkannya
dengan Wu Fan.
Flashback END
Author’s POV
Selama
beberapa hari ini, Wu Fan tidak pergi ke kantor. Ia hanya diam di rumah dan
terkadang mengurung diri di kamarnya. Yang menemaninya bahkan mencoba
menghiburnya hanyalah Ji Hyeon. Sementara Qian, ia pun menghilang semenjak
perselingkuhannya terbongkar. Keadaan ini menjadi sangat sulit bagi Wu Fan,
karena hingga saat ini Ayahnya, Direktur Wu, belum mau bertemu dengannya dan
dengan kata lain, Direktur Wu tidak mau memaafkannya.
“Yeoboseyo²²…” jawab Ji Hyeon ketika
mengangkat telepon yang masuk ke ponselnya. “Berikan aku waktu beberapa hari
lagi di sini… Ayah, ku mohon…”
Hanya
itu percakapan yang bisa Wu Fan dengar ketika Ji Hyeon mengangkat telepon masuk
yang mungkin dari orang tuanya. Wu Fan terpikir bahwa perceraian sudah di depan
matanya. Dalam hati kecilnya, Wu Fan sejujurnya tidak ingin berpisah dengan Ji
Hyeon.
“Ji
Hyeon-a, telepon dari siapa?” tanya Wu Fan seraya berjalan ke arah Ji Hyeon
yang saat itu tengah menyiapkan makan malam.
“Dari
Ayahku,” jawab Ji Hyeon.
“Apa
yang beliau katakan?” tanya Wu Fan.
Ji
Hyeon menatap Wu Fan.
“Ayah
hanya menanyakan kabar kita,” jawab Ji Hyeon.
“Geojitmal²³…” ujar Wu Fan. “Ayahmu pasti
menyuruhmu untuk segera bercerai denganku, bukan?” tanya Wu Fan.
Ji
Hyeon cukup terkejut mendengar pertanyaan Wu Fan yang memang tepat sasaran itu,
namun Ji Hyeon tetap berusaha menyembunyikannya dari Wu Fan.
“Sudahlah,
sebaiknya kita segera makan,” Ji Hyeon segera mengalihkan pembicaraan.
“Kenapa
kau begitu baik padaku?” tanya Wu Fan tiba-tiba.
“Apa
yang kau katakan?” tanya Ji Hyeon tidak mengerti dengan maksud kata-kata Wu
Fan.
“Ji
Hyeon-a, berhentilah berpura-pura seperti ini. Jangan terus menutupi bahwa kita
memang akan segera bercerai hanya karena kau kasihan padaku dan kenapa kau
harus mengakui di hadapan Ayahku bahwa kau yang bersalah karena membiarkanku
selingkuh,” ujar Wu Fan. “Terlebih lagi, mengapa kau tetap bertahan di saat
buruk seperti ini? Bahkan kenapa kau saat itu hanya diam saja dan membiarkanku
selingkuh? Bukankah seharusnya saat itu juga kau marah padaku dan menuntut
bercerai denganku?” tanya Wu Fan.
“Aku…”
Ji Hyeon bingung harus berkata apa.
“Di
saat ini pun, Ayahmu memintamu untuk segera bercerai denganku, bukan? Tapi
kenapa kau masih tetap bertahan seperti ini?” tanya Wu Fan.
Ji
Hyeon hanya terdiam. Meresapi setiap pertanyaan yang Wu Fan lontarkan dan itu
memang benar. Mengapa ia masih jua bertahan? Jelas-jelas pernikahannya dengan
Wu Fan hanyalah sebuah formalitas, tapi kenapa ketika Ayahnya memintanya untuk
bercerai ia masih bertahan?
***
Siang
itu, Ji Hyeon tengah duduk sendirian di ruang tengah. Ia tengah mengerjakan
sebuah tulisan yang tepatnya sebuah naskah yang harus ia kirim ke SM
Entertainment untuk drama terbaru mereka. Wu Fan yang baru keluar dari kamarnya
hanya menatap Ji Hyeon dari bibir itu.
“Mengapa kau begitu baik padaku? Mengapa kau
tetap bertahan di sisiku? Sejujurnya, aku tidak menghendaki untuk bercerai
denganmu, karena mungkin aku mulai mencintaimu. Tapi aku merasa bahwa aku tidak
pantas untukmu. Aku yang dengan bodohnya menyakitimu. Maafkan aku. Aku ingin
menebus semua kesalahanku padamu, tapi bagaimana caranya? Apa yang harus aku
lakukan?” gumam batin Wu Fan.
“Rupanya
kau sudah bangun,” ucap Ji Hyeon yang membuat Wu Fan sedikit terkejut.
“Iya,”
jawab Wu Fan seraya duduk di samping Ji Hyeon. “Apa yang sedang kau lakukan?”
tanya Wu Fan.
“Membuat
naskah untuk drama,” jawab Ji Hyeon.
“Kau
tidak merasa lelah?” tanya Wu Fan.
Bagi
Ji Hyeon pertanyaan Wu Fan terdengar ambigu. Yang Wu Fan tanyakan itu bagi Ji
Hyeon tertangkap seeprti Wu Fan menanyakan pekerjaannya atau pernikahannya.
“Ah,
sebentar lagi juga selesai,” jawab Ji Hyeon.
Mendengar
jawaban Ji Hyeon, Wu Fan sedikit tersentak. Karena Wu Fan begitu takut dengan
kata ‘selesai’ yang baru saja Ji Hyeon ucapkan itu. Bagi Wu Fan, jawaban Ji
Hyeon itu lebih terdengar seperti bermakna bahwa pernikahan mereka benar-benar
akan ‘selesai’ dalam waktu sangat dekat.
“Besok
aku tinggal mengirim naskah ini ke SM Entertainment,” ucap Ji Hyeon seraya
mematikan laptopnya.
“Semoga
naskahmu ini akan menjadi drama dengan rating yang tinggi,” ujar Wu Fan.
“Gamsahamnida…” ucap Ji Hyeon.
Sejenak
keheningan menyapa ruangan dimana Ji Hyeon dan Wu Fan berada itu.
“Ji
Hyeon-a…”
“Ne?” tanya Ji Hyeon.
“Sejujurnya,
aku tidak ingin bercerai denganmu. Karena kupikir, aku mulai mencintaimu dan
aku membutuhkanmu di sisiku,” ucap Wu Fan.
Ji
Hyeon terkejut dengan apa yang Wu Fan katakan. Ji Hyeon hanya menatap Wu Fan.
“Bisakah
kau untuk terus berada di sampingku?” tanya Wu Fan seraya menatap Ji Hyeon.
Ji
Hyeon dan Wu Fan hanya saling menatap. Tanpa Wu Fan sadari, wajahnya semakin
mendekat ke wajah Ji Hyeon. Hingga akhirnya bibir Wu Fan mendarat dengan
sempurna di bibir tipis Ji Hyeon. Ya, ini pertama kalinya Wu Fan mencium Ji
Hyeon setelah pernikahan mereka.
***
Malam
ini, Wu Fan dan Ji Hyeon berjanji untuk makan malam bersama. Bahkan Wu Fan
telah menyiapkan semua makanan dan menata meja makan mereka seromantis mungkin.
Dengan cemas dan gugup, Wu Fan menunggu Ji Hyeon yang sejak siang memang
berangkat ke gedung SM Entertainment unuk menyerahkan berkas naskah yang ia
buat.
“Tetapkah
berada disampingku, Ji Hyeon-a…” Wu Fan berbicara kepada dirinya sendiri.
Selama
2 jam, Wu Fan menunggu Ji Hyeon. Bahkan sekarang sudah menunjukkan jam 10
malam. Seharusnya Ji Hyeon sudah pulang. Namun Ji Hyeon belum juga pulang. Wu
Fan mulai merasa khawatir. Wu Fan pun memutuskan untuk menelepon Ji Hyeon.
Namun Ji Hyeon tidak mengangkatnya juga. Wu Fan semakin merasa khawatir.
TING
TONG…
Tiba-tiba
terdengar suara bel. Wu Fan pun segera menuju ke pintu dan berharap bahwa yang
datang itu adalah Ji Hyeon. Namun Wu Fan begitu terkejut ketika yang datang
bukanlah Ji Hyeon.
“Ayah…”
Direktur
Wu hanya menyerahkan sebuah amplop besar kepada Wu Fan. Direktur Wu pun masuk
ke dalam rumah.
“Ige mwoya²⁴?” tanya Wu Fan seraya
mengikuti Ayahnya.
Direktur
Wu menuju ke ruang tengah, di sana sudah tertata dengan rapi dengan suasana
sangat romantis.
“Kau
yang mempersiapkan semua ini?” tanya Direktur Wu.
“Ne…” jawab Wu Fan hati-hati.
“Untuk
siapa?” tanya Direktur Wu lagi.
“Ji
Hyeon,” jawab Wu Fan.
Direktur
Wu membalikkan badannya dan menatap Wu Fan. Kali ini, Wu Fan semakin khawatir.
Direktur Wu mengerti dengan keadaan puteranya saat itu, namun ia juga tetap
harus menyampaikannya.
“Sudah
terlambat,” ujar Direktur Wu.
“Apa
maksudmu?” tanya Wu Fan.
“Amplop
itu berisi berkas perceraianmu dengan Ji Hyeon,” jawab Direktur Wu.
“MWO²⁵?” Wu Fan terkeju mendengar jawaban
Ayahnya itu.
“Arthur
menyerahkannya padaku sebelum ia membawa Ji Hyeon ke Inggris,” ujar Direktur
Wu.
“Ji
Hyeon ke Inggris? Kapan?” tanya Wu Fan.
“1
jam yang lalu,” jawab Direktur Wu.
Wu
Fan teringat bahwa 1 jam yang lalu handphonenya
memang berdering tanda pesan yang masuk. Namun ia mengabaikannya dan saat
mencoba menelepon Ji Hyeon pun, ia masih mengabaikan pesan itu karena yang ada
dipikirannya adalah Ji Hyeon. Wu Fan pun segera meraih ponselnya dan membuka
pesan itu. Ternyata pesan itu memang dari Ji Hyeon.
From: My Dear Ji Hyeoni
“Good night,
Wu Fan, suamiku…
Ah, maafkan
aku, mungkin sekarang statusku bukanlah istrimu lagi.
Beberapa
hari ini, aku sangat senang dengan perhatianmu terhadapku.
Terlebih
lagi, ketika kau memintaku untuk terus berada di sampingmu.
Namun
ternyata aku tidak bisa melakukannya.
Maafkan aku…
Jauh di
lubuk hatiku, memang aku tidak mau bercerai denganmu.
Karena
sejujurnya aku memang mencintaimu.
Tapi apa
yang bisa ku lakukan?
Ayah juga
keluargaku menuntutku untuk bercerai denganmu.
Bahkan
Ayahku sudah mengurusi perceraian kita.
Maafkan aku…
Mungkin
ketika kau membaca pesan ini, aku sudah pergi.
Ayah
menjemputku dari gedung SM Entertaiment dan segera membawaku pergi.
Maafkan aku
karena aku tidak bisa menepati janjiku untuk makan malam bersamamu.
Maafkan aku
karena aku meninggalkanmu tanpa sempat menemuimu lagi.
Tapi ada
satu hal yang ingin ku minta darimu.
Yaitu
temukanlah kebahagiaanmu dan berbahagialah.
Maafkan aku
tidak bisa berada di sampingmu.
Maafkan aku…
Aku
mencintaimu.
Ji Hyeon
<3 span="span">3>
= THE END=
Ini FF telat
banget sebenernya di postingnya. Secara harusnya tanggal 4 kemaren. Tapi karena
kesibukan dan kondisi gue yang emang lagi sakit. Telat lah FF ini.
FF ini
dipersembahkan untuk ulang tahun gue sendiri ya :D
FYI,
sejujurnya di FF ini gue gak tega harus berpisah begitu sama my Kris apalagi di
selingkuhin begitu sama Kris. Pergulatan batin banget tau, gak. (T_T)
Tapi ya udah
sih, gak papa. Soalnya ada yang minta di sini JH-nya galau, ya udah gue bikin
begini. u,u
So far,
makasih banget yang udah mau baca FF ini dan mengapresasi FF ini.
Maaf kalo
semisal ada kesalahan dan ketidaksempurnaan dalam FF ini.
Regard,
JH Nimm
Vocabulary
¹ annyeong hasimnikka, Wu Yi Fan imnida =
hallo, saya Wu Yi Fan (formal)
² gamsahamnida = terima kasih (formal)
³ kaja = ayo
⁴ aniya = tidak (non formal)
⁵ geurae = benar
⁶ mollasseo = aku tidak tahu (non formal)
⁷ waeyo = kenapa (non formal)
⁸ gwaenchanha = tidak apa-apa (non formal)
⁹ mwoya = apa
¹⁰ gomawo = terima kasih (non formal)
¹¹ mianhae = maafkan aku (non formal)
¹² Wu Fan oppa = Kak Wu Fan *Oppa adalah
panggilan wanita kepada pria yang lebih tua*
¹³ wae = kenapa
¹⁴ wae ireohke = kenapa seperti ini
¹⁵ arasseo = aku mengerti (non formal)
¹⁶ uljima = jangan menangis
¹⁷ gwaenchanhayo = aku tidak apa-apa (non
formal)
¹⁸ jeongmal mianhae = aku benar-benar minta
maaf (non formal)
¹⁹ ne = iya
²⁰ gwaenchanhseumnida = tidak apa-apa
(formal)
²¹ geurigo = lalu
²² yeoboseyo = hallo *sapaan saat mengangkat
telepon)
²³ geojitmal = bohong
²⁴ ige mwoya = ini apa/ apa ini
²⁵ MWO = APA
Ayo, coba tebak, coba tebak siapa yang ingin aku cekek saat ini? JH-nimm!!!!!
ReplyDeleteApa-apaan ini???
1. Luhan... Betapa mulianya engkau masuk peran dikit banget...miapa Lulu, JH jahat banget ama elo. Ha ha ha... Ampun deh, kesian dia. Perannya nanggung Nimm.
2. Victoria... Berasa liat lumba2 maen hula2... Dia pengen dibejek2 juga ya? Kok segampang itu buat JH-galau. *plak. Ga nyambung.
Oke juga
3. Si Om Arthur ma Om Wu... Heh, bapak2... Ini bukan jaman Itis Nurbaya Om. Aduh, perjodohan? Jangan2 kalian nikahnya dijodohin? Bujang lapuk ya? *plak
4. Nimmm... Jujur... Keterangan waktu dan narasimu terpenggal2 nimm.. Butuh banyak helaan nafas pas ngebaca per adegan. Antara lega, tragis dan wow. Ahahaha
5. Ini NANGGUUNG!! Bagian nyeseknya nanggung gegara pergantian waktunya. Ehhee..tapi udah nyesek pake mikir dulu. Menyelami bagaimana perang batin JH, Kris, Lulu dan aku sendiri.
Ih, kesian Kris. Kesian banget dia di ending. JH, mah nyesek di awal juga.
Ih, pliss ya. Galau nih.
Tsuki
demi apa lah gue ngakak baca komenmu, nak... hahaha
ReplyDeletepake minta di tebak segala lah...
apa banget itu? xP
so far, thank you banget ya, dear..
*ceritanya lagi males log in*
#DOR
JH_Nimm
Eonni bener-bener deh endingnya ngena banget.Kasihan Kris juga T.T dia tega banget selingkuh.Luhan cuma lewat doang haha feelnya dapet banget,narasinya iya sih agak putus-putus tapi so far ceritanya selalu bikin nyesek dan terbawa alur cerita.Kereeeeeen.Tetep sad ending.JH_Nimm ALWAYS MASTER OF SAD ENDING.~KIKI~
ReplyDeletesiaaappp... terima kasih uri dongsaeng... #ketjupmandja
Delete*bales komennya telat banget ya, padahal udah kita obrolin juga di FB*
Ini yakin ga dilnjutin...JH_Nimm..?...
ReplyDeletegak di lanjutin apanya kakak?
Deleteitu udah ending kan hehe sequel maksudnya? o.O
gak bisa menjanjikan ya maafin :(
Annyeong, eon. Aku baru baca ff eonni langsung suka. Dibela-belain begadang karena tanggung baca ffnya belum selesai.
ReplyDeleteSedih. Mereka sedih dan bahagia dia saat yang nggak tepat. Fighting untuk Kris oppa.
Lanjutin dong eon. Kan nggak seru kalo nggak ada sequel. Maaf komennya kepanjangan. Keep writing, eon. Fighting!!!
annyeong juga Nona Park hehe
Deletewih keren sampe begadang gitu, terhura diriku...
Fighting juga untuk yang udah begadang. hehe
sequel ya? huhu gak bisa menjanjikan ya, soalnya lagi ngurusin tugas-tugas akhir sama skripsi juga :(
gak apa-apa, komen mau sepanjang jalan kenangan juga saya baca kok :3
terima kasih udah membaca dan berkomentar.
fighting juga!!!
Ahh.. Jeongmal.. Bikin nagis endingnya... :(
ReplyDelete