내가 항상 곁에 있어
I will always by Your Side
Black Romance present
A story by JH_Nimm
Title: 내가 항상 곁에 있어
Also known as: I will always by Your Side
Genre: Romance, Sad, Hurt, Friendship, Melodrama
Rating : T
Length: Oneshoot
Cerita ini adalah
sebuah FIKTIF belaka, apabila ada kesamaan nama, tempat dan kejadian,
semata-mata karena ketidaksengajaan.
All casts are belong to God, but this story is
JH_Nimm’s.
Don’t re-share without my permission.
Don’t forget to leave your appreciation.
Happy Reading… Thank you… :3
Note: yang di
tulis miring adalah flashback
BACK SOUND:
Jeong Dong Ha –
Just Look at You
CAST:
Lee
Ji Hyeon
Lee
Sung Yeol
Nam
Woo Hyun
Kim
Myung Soo
And
others.
~~ PROLOG ~~
Bahkan
film komedi yang ku tonton tak dapat membuatku tertawa untuk saat ini
Aku
sangat mengkhawatirkanmu
Meskipun
bibirku terdiam, namun hati ini tak hentinya meneriakkan namamu
Aku
sungguh ingin melihatmu
Aku
ingin memastikan bahwa kau baik-baik saja
(2013/04/09)
Author’s
POV
Sebuah pagi yang cerah kembali menyambangi
kota Seoul. Dipelataran sekolah, tampak seorang gadis tengah duduk di bangku
berwarna putih sambil membaca buku. Sementara itu, di kejauhan dari tempat yang
cukup tersembunyi, tampak seorang pemuda tengah menatap gadis itu. Sesungging
senyuman manis terukir di wajah putihnya tatkala matanya menatap sosok gadis
cantik yang selalu sanggup membuat jantungnya berdebar dengan kencang itu.
Ketika menangkap bahwa gadis itu mulai beranjak dari duduknya, pemuda itu pun
segera pergi.
Di sebuah lorong yang menghubungkan
antara ruangan kelas dengan taman, tampak seorang gadis tengah berjalan dengan
menggenggam sebuah buku di tangannya. Ketika gadis itu melewati lorong yang
akan membawanya menuju ke kelasnya, ia mendapati seorang pemuda tengah
bersandar pada tiang sambil membaca buku. Ada rasa ragu dalam benak gadis itu
untuk lewat di depan seorang pemuda yang selalu sanggup menari dalam pikirannya
itu. Akhirnya gadis itupun lewat di depan pemuda itu. Dengan langkah yang sedikit
ragu, ia berjalan melewati pemuda itu.
****
Suatu hari di Woolim Entertainment
High School di adakan sebuah acara. Sebuah acara yang memang diadakan setiap
tahun secara rutin di Woolim Entertainment High School, yaitu Student Athletic
Championship yang di selenggarakan dengan mengadakan berbagai kompetisi olah
raga. Mulai dari lari 70 meter, lari 100 meter, hurdle, memanah, high jump dan
olah raga lainnya.
Saat itu, para siswa yang menjadi
peserta lomba tengah berkumpul di lapangan olah raga Woolim Entertainment High
School yang di buat mirip dengan sebuah stadion berukuran sedikit lebih kecil
itu. Seorang pemuda yang merupakan atlit High Jump kebanggaan kelas 3-B di
jurusan Seni Musik, Lee Sung Yeol, tengah beristirahat di bawah sebuah pohon
yang berada di dekat gedung Seni Musik. Namun tiba-tiba mata Sung Yeol
menangkap sesosok gadis yang tengah berjalan ke tepi lapangan yang baru saja
melakukan pertandingan memanah. Benar, gadis tersebut adalah Ji Hyeon, Lee Ji
Hyeon, yang merupakan atlit memanah kebanggan kelas 3-A di Jurusan Perfilman.
Mata Sung Yeol tak terlepas dari sosok Ji Hyeon yang selalu mengalihkan seluruh
perhatiannya itu. Namun tak pernah ada keberanian dalam diri Sung Yeol untuk
menyapa Ji Hyeon. (http://jh-nimm.blogspot.com)
Ketika Ji Hyeon dan teman-temannya
baru saja sampai di tepi lapangan, tiba-tiba seorang pemuda datang dan memeluk
Ji Hyeon dari belakang.
“Myung Soo-ya…” ucap Ji Hyeon
terkejut. “Kau membuatku terkejut…”
“Kau terlihat sangat lelah,” ucap
Myung Soo.
“Lepaskan aku,” ucap Ji Hyeon seraya
melepaskan tangan Myung Soo dari tubuh mungilnya.
“Ige…”
Myung Soo menyorokan sebotol minuman pada Ji Hyeon.
“Gomawo…” ucap Ji Hyeon seraya mengambil minuman itu.
Ternyata ketika Myung Soo memeluk Ji
Hyeon, Sung Yeol melihatnya. Ia tampak tidak suka dengan keakraban Myung Soo
dan Ji Hyeon yang memang adalah sahabat sejak kecil. Kecemburuan Sung Yeol itu
tertangkap oleh Woo Hyun, sahabat terdekat Sung Yeol.
“Kau cemburu?” tanya Woo Hyun yang
membuat Sung Yeol sedikit terkejut.
“Aniya…”
elak Sung Yeol.
“YA!
Matamu tak bisa menyembunyikannya,” ucap Woo Hyun.
“Apa maksudmu?” tanya Sung Yeol
berpura-pura memasang wajah tidak terjadi apa-apa.
“Kau pikir aku ini bodoh?” tanya Woo
Hyun. “Aku sudah mengenalimu sejak lama dan aku tahu benar dirimu,”
Sung Yeol menatap Woo Hyun, kemudian
kembali mengarahkan tatapannya ke arah lain.
“Tatapan matamu tampak kau ingin
membunuh Myung Soo saat ini juga,” ucap Woo Hyun.
Sung Yeol hanya tertawa kecil.
“Kau menyukainya?” tanya Woo Hyun.
“Siapa?” tanya Sung Yeol balik.
“Ji Hyeon,” jawab Woo Hyun.
“Kenapa kau menyimpulkan seperti
itu?” tanya Sung Yeol.
“Jika kau menyukainya, kenapa kau
tidak mendekatinya?” tanya Woo Hyun.
Sung Yeol hanya menatap Woo Hyun.
“Tenang saja, aku mendukungmu,” ucap
Woo Hyun seraya merangkul bahu Sung Yeol.
Sung Yeol hanya tersenyum dan
kembali mengarahkan pandangannya pada Ji Hyeon yang tengah bercakap dengan
Myung Soo itu.
****
Pada suatu sore, Ji Hyeon tengah
menunggu kedatangan bis yang akan membawanya pulang. Namun sudah 30 menit Ji
Hyeon menunggu, tapi bis tersebut tidak juga datang, sementara hari mulai gelap
dan mendung. Akhirnya Ji Hyeon pun memutuskan untuk berjalan kaki. Ketika baru
setengah perjalanan, ternyata hujan gerimis mulai turun. Sialnya, Ji Hyeon
tidak membawa payung saat itu.
“Aigoo…”
ucap Ji Hyeon seraya menutupi kepalanya dengan kedua tangannya.
Ji Hyeon kembali melanjutkan
perjalanannya. Tapi ternyata hujan yang turun malah semakin deras. Ji Hyeon
mulai kebingungan dan memutuskan untuk berteduh di pelataran toko. Namun belum
sempat Ji Hyeon sampai di pelataran pertokoan, tiba-tiba hujan di sekitarnya
berhenti. Ternyata ada orang yang memayungi Ji Hyeon.
“Sung Yeol-sshi…” ucap Ji Hyeon
seraya menatap orang yang memayunginya itu dengan heran.
Sung Yeol hanya tersenyum.
“Aku antarkan kau pulang,” ucap Sung
Yeol.
“Ne?
tidak usah…” ucap Ji Hyeon.
“Hujan seperti ini lama mereda, kau
mau menunggu sampai reda?” tanya Sung Yeol.
“Tapi…”
“Gwaenchanha…”
Akhirnya Sung Yeol pun mengantarkan
Ji Hyeon ke rumahnya. Selama di perjalanan, hampir tak ada kata yang baik Ji
Hyeon atau pun Sung Yeol ucapkan. Mereka terlihat canggung. Hanya suara hujan
yang jatuh ke payung warna biru yang Sung Yeol pegangi yang terdengar berisik
saat itu.
Tak berapa lama, mereka sampai di
depan rumah Ji Hyeon.
“Sung Yeol-sshi, gomawo…” ucap Ji Hyeon malu-malu.
“Ah…” jawab Sung Yeol.
“Hmm… apa kau mau mampir dulu sambil
menunggu hujan reda?” tanya Ji Hyeon.
“Tidak usah, ada yang harus aku
kerjakan,” jawab Sung Yeol.
“Arasseo…” ucap Ji Hyeon terdengar canggung.
“Hmm… Ji Hyeon-a, bagaimana jika
besok kita berangkat bersama?” tanya Sung Yeol.
Ji Hyeon sedikit terkejut dengan
pertanyaan Sung Yeol dan hanya menatap Sung Yeol.
“Jika kau tidak mau, tidak apa-apa…”
ucap Sung Yeol.
“Tidak masalah, besok kita berangkat
bersama…” ucap Ji Hyeon.
“Baiklah, kalau begitu besok aku
akan menjemputmu,”
“Ne…”
“Sekarang kau sudah sampai, segera
masuk ke dalam rumah. Jangan sampai karena terlalu lama di bawah hujan
membuatmu sakit,”
Ji Hyeon tersenyum mendengar setiap
ucapan Sung Yeol. (http://jh-nimm.blogspot.com)
“Gomawo…” ucap Ji Hyeon.
Sung Yeol hanya mengangguk. Ji Hyeon
pun masuk ke dalam rumahnya. Sementara Sung Yeol memastikan bahwa Ji Hyeon
sudah benar-benar masuk ke dalam rumahnya. Dari balik jendela, Ji Hyeon menatap
Sung Yeol yang masih berdiri di luar dan melambaikan tangannya seraya tersenyum
dan menatap Sung Yeol.
“Ja…”
ucap Sung Yeol seraya menatap Ji Hyeon dan melambaikan tangannya.
Dari dalam rumah, Ji Hyeon terlihat
mengangguk dan tersenyum. Sung Yeol pun mulai melangkahkan kakinya meninggalkan
pelataran rumah Ji Hyeon.
****
Burung-burung berkicau menambah
hangatnya pagi hari yang cerah. Sinar mentari yang hangat mulai kembali menyapa
seluruh kota Seoul. Di depan sebuah rumah bernuansa hijau muda, tampak seorang
pemuda dengan sebuah sepeda. Tak berapa lama kemudian, seorang gadis keluar
dari rumah tersebut dan segera menghampirinya.
“Apa sudah lama menunggu?” tanya
gadis itu.
“Aniya,
aku baru saja sampai,” jawab pemuda itu.
“Kita…” ucapan gadis itu tertahan
sambil menatap sepeda yang di bawa pemuda itu.
“Naiklah…” ucap pemuda itu.
Gadis itupun naik di belakang sepeda
itu. Namun setelah gadis itu menaiki sepedanya, pemuda itu belum juga mengayuh
sepedanya untuk berangkat.
“Sung Yeol-sshi, waeyo?” tanya gadis itu.
Pemuda bernama Sung Yeol itu hanya
menyunggingkan senyuman kecilnya mendengar pertanyaan gadis yang selalu sanggup
membuat jantungnya berdetak seolah tak terkendali itu.
“Pertama, aku tidak ingin
mendengarmu menyebut namaku terlalu formal. Kita adalah teman, jadi panggil
namaku seperti biasa kau memanggil teman-temanmu yang lain. Arattji?”
Ji Hyeon terlihat sedikit bingung
mendengar setiap perkataan Sung Yeol.
“Sung… Yeol-a…” ucap Ji Hyeon ragu.
“Joha…”
ucap Sung Yeol. “Geurigo… kau yakin
akan menaiki sepeda tanpa berpegangan seperti ini?” tanya Sung Yeol.
“Ne?”
ucap Ji Hyeon seraya menatap punggung Sung Yeol.
Tanpa banyak bicara lagipun Ji Hyeon
mulai melingkarkan tangan kanannya di pinggang Sung Yeol. Sementara Sung Yeol
hanya tersenyum ketika Ji Hyeon berpegangan padanya.
“Baiklah, kaja…” ucap Sung Yeol seraya mulai mengayuh sepedanya itu.
Sung Yeol dan Ji Hyeon pun berangkat
ke sekolah. Namun ketika Sung Yeol dan Ji Hyeon berangkat, tampak seorang
pemuda keluar dari balik persembunyiannya. Matanya tak henti menatap Ji Hyeon
dan Sung Yeol yang tengah berangkat menelusuri setiap jalanan hingga sosok Ji
Hyeon dan Sung Yeol tak terlihat lagi di jarak pandangnya. Benar, pemuda itu
adalah Myung Soo, sahabat Ji Hyeon sejak kecil. Namun seiring bertambahnya usia
mereka, maka kata persahabatan dalam hati Myung Soo berubah menjadi sebuah
perasaan yang selalu menggerogoti hatinya dan menjadikan Ji Hyeon sebagai
tumpuan kebahagiaannya.
“Ji Hyeon-a, apakah orang itu yang
akan menggantikan posisiku di sampingmu?” gumam Myung Soo tanpa melepaskan
pandangannya dari jalanan yang baru saja menghantarkan kepergian Ji Hyeon
bersama seorang pemuda lain, yaitu Sung Yeol.
***
Semenjak hari hujan ketika Sung Yeol
mengantarkan Ji Hyeon ke rumah, Ji Hyeon dan Sung Yeol menjadi semakin dekat.
Bahkan hampir setiap hari mereka berangkat sekolah dan pulang bersama.
Terkadang Ji Hyeon dan Sung Yeol juga menghabiskan waktu mereka bersama,
meskipun hanya berjalan-jalan di taman kota atau ke tempat-tempat permainan dan
ke toko buku. Seiring dengan kedekatan Ji Hyeon dan Sung Yeol itu, rupanya
mereka sama-sama merasakan sebuah kehangatan yang menyapa hati mereka. Sebuah
kehangatan dan ketulusan yang dimana ketika mata mereka saling bertemu, mereka
sama-sama menyunggingkan sebuah senyuman yang hangat dan tulus. Sebuah
kehangatan yang membalut hati mereka menjadikan perasaan yang di sebut cinta
mulai tumbuh dalam lubuk hati mereka.
***
Malam itu, Sung Yeol sengaja
mengajak Ji Hyeon berjalan-jalan. Karena kebetulan keesokan harinya hingga
beberapa minggu ke depan, sudah memasuki musim dingin dan sekolah sudah mulai
diliburkan. Rupanya Sung Yeol mengajak Ji Hyeon untuk berjalan-jalan di sekitar
Sungai Han.
Sudah 30 menit Sung Yeol dan Ji
Hyeon berjalan-jalan di sekitar Sungai Han, namun belum ada sepatah kata yang
baik Sung Yeol ataupun Ji Hyeon ucapkan. Mereka terlarut dalam kediaman.
Meskipun hampir setiap hari Ji Hyeon dan Sung Yeol bersama, namun malam ini
terasa ada sebuah kecanggungan antara mereka.
Ji Hyeon dan Sung Yeol hanya saling
menatap.
“Ji Hyeon-a…” akhirnya Sung Yeol
berani membuka suaranya memecah keheningan yang sempat terjadi antara mereka.
“Wae?”
tanya Ji Hyeon sambil menatap Sung Yeol.
Sung Yeol hanya menatap Ji Hyeon,
sementara dalam benaknya berkecamuk sebuah dorongan untuk mengungkapkan apa
yang selama ini ia pendam untuk gadis yang sanggup membuatnya kembali tersenyum
itu. Hingga tanpa Sung Yeol sadari, ia mulai mendekatkan wajahnya pada wajah Ji
Hyeon. Ketika hidung Sung Yeol menyentuh hidung Ji Hyeon, Ji Hyeon memejamkan
matanya. Sung Yeol pun mendaratkan kedua sayap bibirnya di bibir manis Ji
Hyeon.
“Biarkan jantung ini tetap berdetak
bersama dengan denyut jantungmu selamanya,” ucap Sung Yeol tak berapa lama
setelah ia memberikan kecupan hangatnya pada Ji Hyeon.
Ji Hyeon hanya menatap Sung Yeol
tanpa memberikan reaksi yang menunjukkan bahwa ia senang mendengar pernyataan
yang baru saja dilontarkan seorang pemuda yang selalu memenuhi ruang pikirannya
itu. (http://jh-nimm.blogspot.com)
“Apapun yang terjadi, hanya dirimu
dan namamu yang akan aku ingat selamanya,” ucap Ji Hyeon.
Sung Yeol dan Ji Hyeon sama-sama
tersenyum dan Sung Yeol kembali mendaratkan kedua sayap bibirnya itu di bibir
Ji Hyeon. Namun seiring bertemunya bibir Sung Yeol dan Ji Hyeon, saat itu juga
buliran bening meluncur tanpa di kehendaki dari mata Ji Hyeon dan Sung Yeol.
****
Cahaya
putih keemasan itu kembali menyinari kota Seoul yang sempat mendingin karena
malam yang menyapa. Kicauan burung terdengar mulai bernyanyi seolah menyambut
datangnya sang matahari. Di dalam sebuah ruangan dengan nuansa lavender, tampak seorang gadis baru saja
membuka matanya dan terduduk di tempat tidurnya.
“Waeyo geurae?” gumamnya pelan.
Gadis
itu memegangi dadanya dan wajahnya tampak menunjukkan ketakutan. Mulutnya
sedikit terbuka dan nafasnya terdengar memburu. Ia seperti telah terbangun dari
mimpi buruk yang mendatanginya.
****
“Neo eodiga…” ucap seorang gadis ketika
ia menghentikan langkahnya tepat di ruang tengah sebuah rumah yang menyimpan
begitu banyak kenangan baginya itu.
Nada
suaranya terdengar seolah menyimpan begitu banyak kekhawatiran. Ya, bagaimana
tidak, ia sudah mencari ke seluruh tempat yang mungkin di datangi kekasihnya,
namun ia juga tetap tak dapat menemukan seorang pemuda yang begitu ia rindukan
dan khawatirkan itu. Benar, gadis itu adalah Ji Hyeon yang tengah mengkhawatirkan
Sung Yeol yang masih belum dapat ia temukan.
Ji
Hyeon hanya berdiri di depan jendela. Berharap Sung Yeol akan segera datang
karena ia harus menceritakan sebuah mimpi yang begitu aneh yang semalam
menyapanya itu.
Rupanya
Sung Yeol juga baru kembali. Ketika Sung Yeol memasuki rumahnya, ia menemukan
Ji Hyeon yang sedang berdiri di depan jendela. Sesungging senyuman terlukis di
wajah Sung Yeol ketika ia melihat gadis yang selalu sanggup membuatnya
merasakan kehangatan itu.
Ji
Hyeon tidak menyadari Sung Yeol yang datang. Sung Yeol pun menghampiri Ji Hyeon
dan kemudian memeluk Ji Hyeon dari belakang, satu hal yang sangat Ji Hyeon
sukai.
“Aigoo…” Ji Hyeon terkejut ketika
seseorang memeluknya dari belakang.
Keterkejutan
Ji Hyeon segera hilang ketika menemukan bahwa yang tengah memeluknya itu adalah
Sung Yeol, seseorang yang sangat ia rindukan. Ji Hyeon pun melepaskan tangan
Sung Yeol dari tubuh mungilnya. Sung Yeol sempat heran dengan tingkah laku Ji
Hyeon, namun rasa herannya berubah menjadi rasa khawatir ketika Ji Hyeon
memeluknya dengan sangat erat.
“Darimana
saja kau?” tanya Ji Hyeon tanpa melepaskan pelukannya dari Sung Yeol.
“Aku…
dari sebuah tempat,” jawab Sung Yeol seraya membelai rambut panjang kecoklatan
Ji Hyeon.
“Entah
kenapa beberapa hari ini aku sangat mengkhawatirkanmu,” ucap Ji Hyeon.
Ji
Hyeon pun melepaskan pelukannya dari pemuda yang sanggup membuatnya mencurahkan
seluruh cinta yang ia miliki untuk pemuda beruntung itu, Sung Yeol.
“Sudah
beberapa hari ini aku bermimpi aneh. Mimpi yang benar-benar aneh dan membuatku
takut,” ucap Ji Hyeon.
“Mimpi
aneh?” tanya Sung Yeol.
“Di
mimpi itu seolah aku sedang menonton film yang kita buat. Karena dalam mimpi
itu hampir semua kejadian semenjak pertama kali kita bertemu hingga kita saling
mengungkapkan perasaan tergambar dengan jelas,” jawab Ji Hyeon.
“Geurigo, kenapa kau merasa bahwa itu
adalah sebuah mimpi yang aneh?” tanya Sung Yeol.
“Karena
setiap kali aku terbangun dari mimpi itu, aku selalu mengkhawatirkanmu dan aku
takut bahwa mimpi itu menjadi sebuah pertanda,” jawab Ji Hyeon. “Aku takut
mimpi itu akan menjadi sebuah pertanda buruk…”
“Jangan
khawatir, tidak akan terjadi apa-apa,” ucap Sung Yeol berusaha menenangkan
gadis yang teramat ia cintai itu.
“Aku
takut kau akan meninggalkanku,” ucap Ji Hyeon tiba-tiba.
“Mana
mungkin aku sanggup meninggalkanmu sementara separuh hatiku ada di hatimu,”
jawab Sung Yeol.
Sung
Yeol menatap Ji Hyeon, lalu memberikan sebuah kecupan hangat di bibir Ji Hyeon.
“Bukan hanya kau yang mengalami mimpi itu, aku
juga. Dan bahkan aku takut aku akan pergi jauh meninggalkanmu. Aku ingin
bersamamu selamanya. Jika kau mengatakan takut aku akan meninggalkanku, itu
adalah hal yang sangat tak mungkin akan terjadi. Karena bagaimana bisa aku
meninggalkanmu, sementara separuh dari hidupku adalah milikmu,” gumam batin
Sung Yeol.
Ketika
Sung Yeol belum melepaskan Ji Hyeon, sebuah cairan dingin terasa membasahi
bibir Ji Hyeon. rupanya Ji Hyeon juga menyadarinya dan ia segera melepaskan
Sung Yeol. Ternyata cairan dingin yang mereka rasakan adalah sebuah cairan
merah yang keluar dari hidung Ji Hyeon.
“Kau
mimisan lagi…” ucap Sung Yeol dengan nada yang menyimpan kekhawatiran.
“Gwaenchanha…” ucap Ji Hyeon seraya
menyeka darah segar dengan sapu tangan berwarna peach yang merupakan peninggalan neneknya itu.
“Kita
ke rumah sakit,” ajak Sung Yeol.
“Tidak
usah, aku hanya kecapean. Karena akhir-akhir ini sangat banyak tugas yang harus
aku selesaikan,” jelas Ji Hyeon.
Semburat
kecemasan mewarnai wajah tampan Sung Yeol, terlebih lagi wajah manis Ji Hyeon
tampak sangat pucat.
“Baiklah,
kalau begitu aku antarkan kau pulang. Kau harus banyak beristirahat, aku tak
mau melihatmu sakit,” ucap Sung Yeol. (http://jh-nimm.blogspot.com)
“Ne…”
jawab Ji Hyeon.
Sung
Yeol pun mengantarkan Ji Hyeon ke rumahnya.
Setibanya
di rumah Ji Hyeon, mereka hanya duduk di sofa sambil menatap TV yang tengah
memutar sebuah drama. TV yang mereka biarkan menyala, namun hanya mereka tatap
tanpa mereka tonton.
“Bagaimana
keadaanmu?” tanya Sung Yeol.
“Gwaenchanha…” jawab Ji Hyeon.
Sung
Yeol hanya menatap Ji Hyeon yang saat itu tengah menatap TV.
“Bukankah
kau juga tahu bahwa aku sering mimisan jika aku sedang kecapean?” tanya Ji
Hyeon.
“Geurae, tapi…” ucapan Sung Yeol tertahan
ketika Ji Hyeon menggenggam tangannya.
“Gwaenchanha…” ucap Ji Hyeon.
Ji
Hyeon dan Sung Yeol kembali terdiam dan menatap TV yang ada di hadapan mereka.
Rupaya rasa kantuk mulai Sung Yeol rasakan, hingga perlahan ia memejamkan
matanya dan tertidur. Menyadari Sung Yeol tertidur, Ji Hyeon pun beranjak untuk
mengambilkan selimut.
“Yeoliya…”
ucap Ji Hyeon seraya menyelimuti Sung Yeol yang tengah terlelap.
Ji
Hyeon terduduk di depan sofa yang menjadi tempat Sung Yeol tidur.
“Yeoliya…”
ucap Ji Hyeon lagi.
“Lee
Sung Yeol…”
“Sung
Yeol-a…”
“Yeoliya…”
“Yeoliya…”
Ji Hyeon terus menyebut nama panggilan sayangnya untuk Sung Yeol itu.
“Kau
tahu, aku sangat mengkhawatirkanmu. Aku takut akan kehilangan dirimu dan aku
juga takut aku akan pergi meninggalkanmu. Seperti yang kau katakan, bagaimana
mungkin kau akan meninggalkanku sementara separuh hidupku adalah milikmu,
begitu juga aku. Karena separuh dari hidupku adalah milikmu,” ucap Ji Hyeon
seraya membelai wajah kekasihnya itu.
“Yeoliya…”
“Aku
minta tetaplah hidup dengan baik, jika memang mungkin aku tak bisa bertahan
lebih jauh. Dan tetaplah hidup dengan bahagia, jika memang mungkin aku tak bisa
membahagiakanmu lagi,” ucap Ji Hyeon.
Tanpa
Ji Hyeon sadari, buliran bening itu mulai menuruni pipinya. Meninggalkan
jejak-jejak sungai kecil yang terbentuk di wajahnya. Bagi Ji Hyeon, ini adalah
saat yang sangat sulit dan menakutkan. Ia tak ingin kehilangan Sung Yeol dan ia
juga tak ingin menyakiti Sung Yeol jika saja Sung Yeol tahu akan keadaannya
yang sebenarnya.
****
“Sampai
kapan kau akan menyembunyikannya dari Ji Hyeon?” tanya seorang pemuda tanpa
melepaskan tatapannya dari Sung Yeol.
“Woo
Hyun-a, kau tahu diriku, aku tidak bisa memberitahukan tentang hal itu pada Ji
Hyeon. Aku tak mau membuatnya sedih,” jelas Sung Yeol.
“Tapi
kau juga tidak bisa terus menyembunyikannya seperti ini. Cepat atau lambat, kau
harus tetap memberitahukan Ji Hyeon,” ucap Woo Hyun.
“Aku
belum siap melihat Ji Hyeon menangis. Bagiku, air mata Ji Hyeon teramat
berharga. Aku tidak mau air matanya ia gunakan untuk menangisiku. Kau juga
bahkan sangat tahu dengan baik bahwa aku tidak bisa hidup tanpa Ji Hyeon. Jika
saja aku memberitahukannya sekarang pada Ji Hyeon, aku takut Ji Hyeon terluka.
Aku tak mau menyakitinya,” jelas Sung Yeol.
Woo
Hyun hanya menatap sahabatnya itu. Woo Hyun tahu benar bahwa Sung Yeol teramat
mencintai Ji Hyeon. Bahkan Woo Hyun pribadi, iri dengan hubungan Ji Hyeon dan
Sung Yeol yang tak pernah ada pertengkaran yang sanggup membuat mereka saling
marah. Hubungan Ji Hyeon dan Sung Yeol yang teramat harmonis dan baik-baik saja
itu membuat Woo Hyun semakin mencemaskan keadaan Sung Yeol dan Ji Hyeon.
****
Hari
ini, Sung Yeol sengaja mengajak Ji Hyeon jalan-jalan ke tempat-tempat yang
sering mereka datangi sewaktu masih di sekolah menengah saat itu. Ketika mereka
berjalan-jalan di taman kota, Ji Hyeon sempat beberapa kali memegangi kepalanya
dan wajah Ji Hyeon tampak pucat. Hal itu tentu saja membuat Sung Yeol khawatir.
“Ji
Hyeon-a, waeyo? Bagaimana jika kita
pulang saja?” tanya Sung Yeol.
“Gwaenchanha…” ucap Ji Hyeon.
“Tapi
wajahmu sangat pucat,” Sung Yeol semakin khawatir dengan keadaan Ji Hyeon.
“Gwaenchanha…” ucap Ji Hyeon seraya
menggenggam tangan Sung Yeol.
“Atau
bagaimana jika kita ke rumah sakit saja?” tanya Sung Yeol.
Ji
Hyeon hanya menggelengkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan Sung Yeol.
Akhirnya Sung Yeol mengalah dan menekan rasa khawatirnya terhadap Ji Hyeon dan
kembali melanjutkan perjalanan mereka meskipun rasa takut masih menyelimuti
hatinya.
Sung
Yeol dan Ji Hyeon sampai di Sungai Han, sebuah tempat ketika untuk pertama
kalinya mereka saling mengungkapkan perasaan. Namun baru saja Sung Yeol dan Ji
Hyeon menghentikan langkah mereka, Sung Yeol tampak pucat dan beberapa kali
memegangi dadanya.
“Yeoliya…”
ucap Ji Hyeon.
Mendengar
Ji Hyeon menyebut nama panggilannya, Sung Yeol berusaha meredam rasa sakit yang
sebenarnya tengah menjalarinya itu.
“Waeyo?” tanya Ji Hyeon.
“Ani…” jawab Sung Yeol sambil tersenyum
sebisa yang ia lakukan.
“Wajahmu
tampak sangat pucat,” ucap Ji Hyeon.
“Gwaenchanha, geokjeonghajima…” ucap Sung
Yeol.
“Hajiman…” belum sempat Ji Hyeon
melanjutkan kata-katanya, kedua sayap bibir Sung Yeol telah mendarat di
bibirnya.
“Sudah
ku katakan, aku baik-baik saja. Geureom,
geokjeonghajima…,” ucap Sung Yeol ketika melepaskan Ji Hyeon.
Meskipun
rasa khawatir masih menyelimuti hati Ji Hyeon, namun ia berusaha meredamnya
ketika merasakan genggaman hangat Sung Yeol. (http://jh-nimm.blogspot.com)
****
Kali ini Sung Yeol dan Ji
Hyeon pun menuju ke sebuah taman dimana nama mereka terukir di batang sebuah
pohon. Di taman itu, Ji Hyeon dan Sung Yeol pun duduk di bawah sebuah pohon
tempat nama mereka terukir dengan cantik. Yeol & Ji yeongwonhi, yang berarti Sung Yeol dan Ji Hyeon selamanya.
“Rupanya
tempat ini tidak banyak berubah,” ucap Sung Yeol seraya menyandarkan tubuhnya
di batang pohon tersebut.
“Geurae, tempat ini masih sama seperti
dulu,” timpal Ji Hyeon seraya menyandarkan kepalanya pada bahu Sung Yeol.
Keheningan
mulai menyapa.
“Hiduplah dengan baik…” ucap batin Ji
Hyeon.
Ji
Hyeon meraih tangan Sung Yeol dan menggenggamnya dengan erat.
“Bagaimana aku bisa hidup dengan baik jika
aku tak bersamamu?” gumam batin Sung Yeol.
Sung
Yeol pun mengecup puncak kepala Ji Hyeon yang tengah bersandar di bahunya itu.
Namun seiring dengan bibirnya menyentuh puncak kepala Ji Hyeon, saat itu juga
air mata Sung Yeol mengalir.
Selama
30 menit, tidak ada kata-kata yang baik Ji Hyeon ataupun Sung Yeol katakan.
Mereka terbalut dalam sebuah kediaman. Karena baik Ji Hyeon ataupun Sung Yeol,
saat ini tengah merasakan sebuah hal yang sama. Hal yang sejatinya membuat
mereka sama-sama merasakan sakit, namun tak ingin mereka ungkapkan. Kata-kata
mereka seolah tercekat dan mereka tetap memilih untuk diam. Karena jika mereka
bicara, mereka takut hanya kata ‘selamat tinggal’ yang akan mereka ucapkan dan
mereka tak ingin hal itu terjadi.
Sung
Yeol pun melingkarkan tangannya pada tubuh mungil Ji Hyeon, memeluk Ji Hyeon
dengan erat. Begitu juga Ji Hyeon, ia melingkarkan tangannya di pinggang Sung
Yeol dan membiarkan kepalanya bersandar pada dada Sung Yeol yang masih tetap
menyandarkan dirinya pada pohon itu.
Ji
Hyeon mulai memejamkan matanya ketika semua kenangannya bersama Sung Yeol mulai
terputar bagaikan sebuah film yang tengah ia tonton. Bayangan kebersamaannya
dan Sung Yeol mulai merambat di seluruh pikirannya. Tak lain dengan Sung Yeol,
ia memeluk Ji Hyeon dengan erat dan mulai memejamkan matanya ketika sebentuk
organ dalam dirinya berhenti bekerja.
Sementara
itu, dari kejauhan, tampak dua orang pemuda tengah menatap Ji Hyeon dan Sung
Yeol. Selama mengikuti Ji Hyeon dan Sung Yeol, tak ada kata yang sanggup mereka
ucapkan. Hanya ketika mereka sama-sama melihat Ji Hyeon dan Sung Yeol
berpelukan di bawah pohon itu, mereka mulai sama-sama saling menatap. Benar,
mereka adalah Woo Hyun dan Myung Soo.
“Kau
datang untuk menjaga Ji Hyeon?” tanya Woo Hyun.
“Apa
kau juga datang untuk menjaga Sung Yeol?” tanya Myung Soo balik.
Baik
Woo Hyun maupun Myung Soo, mereka sama-sama tahu dengan keadaan Ji Hyeon dan
Sung Yeol.
“Kau
tahu, aku sangat iri pada Sung Yeol,” ucap Myung Soo.
“Waeyo?” tanya Woo Hyun.
“Karena
ia bisa menjadi bagian dari hati Ji Hyeon,” jawab Myung Soo.
“Kau…
mencintai Ji Hyeon?” tanya Woo Hyun.
Myung
Soo hanya menjawab pertanyaan Woo Hyun dengan sesungging senyuman yang cukup
bisa Woo Hyun artikan.
Sejenak
keheningan mulai menyapa Myung Soo dan Woo Hyun. Namun ketika angin yang
berhembus menerpa mereka, Woo Hyun dan Myung Soo hanya saling menatap. Tanpa
banyak bicara, mereka berjalan ke tempat Ji Hyeon dan Sung Yeol.
“Ji
Hyeon-a…” ucap Myung Soo seraya meraih tubuh Ji Hyeon dan membawanya ke
pangkuannya.
“Sung
Yeol-a…” ucap Woo Hyun seraya menepuk-nepuk wajah Sung Yeol.
Myung
Soo dan Woo Hyun saling menatap. Seolah mereka berbicara dalam tatapan itu.
“Ji…
Ji Hyeon-a… andwae…” ucap Myung Soo
seraya mengguncangkan tubuh Ji Hyeon yang terkulai lemas dalam pangkuannya itu.
Tak
dapat di tahan lagi, bahkan seolah tanpa di perintahkan buliran bening yang
mengalir dari mata Myung Soo, mulai membentuk sungai kecil di wajah tampannya.
“Sung
Yeol-a, ireona…” ucap Woo Hyun seraya
mengguncangkan tubuh Sung Yeol. “ANDWAE!!!”
****
Di sebuah taman, tampak Woo Hyun
tengah menatap Ji Hyeon dengan tatapan khawatir. Sudah 15 menit ia hanya
menatap Ji Hyeon setelah kedatangan Ji Hyeon yang memang sengaja ia ajak untuk
bertemu itu. Ia mengajak Ji Hyeon bertemu tentunya tanpa sepengetahuan Sung
Yeol.
“Woo Hyun-a, bukankah ada yang ingin
kau bicarakan?” tanya Ji Hyeon.
“Mianhae…” ucap Woo Hyun tiba-tiba.
“Waeyo?”
tanya Ji Hyeon yang mulai khawatir.
Woo Hyun menggenggam tangan Ji
Hyeon.
“Sebelum aku mengatakannya,
berjanjilah untuk tidak menunjukkan sikap yang berbeda terhadap Sung Yeol dan
berjanjilah kau akan menjaganya dengan baik, dan berjanjilah untuk selalu
berada di sampingnya apapun yang terjadi,” ucap Woo Hyun.
Ji Hyeon hanya menjawab kata-kata
Woo Hyun dengan menganggukkan kepalanya.
“Sebenarnya Sung Yeol melarangku
untuk mengatakan hal ini padamu. Karena ia tidak mau membuatmu sedih dan ia tak
mau membuatmu menangis. Aku selalu memintanya untuk memberitahumu akan keadaan
yang sebenarnya, tapi Sung Yeol tetap mengatakan ingin merahasiakannya darimu
dan akan memberitahumu jika memang waktunya tepat,” jelas Woo Hyun.
Ji Hyeon hanya menatap Woo Hyun
tanpa menunjukkan reaksi apapun, walau dalam hatinya berkecamuk sebuah rasa
yang sangat menusuk. (http://jh-nimm.blogspot.com)
“Sung Yeol menderita sebuah
penyakit,” ucap Woo Hyun.
Seiring dengan ucapan Woo Hyun, saat
itu juga buliran bening itu mengalir dari mata indahnya tanpa Ji Hyeon
perintahkan.
“Sung Yeol menderita aritmia.
Awalnya memang ia sudah menjalani perawatan dan keadaannya mulai membaik. Namun
beberapa waktu terakhir, penyakitnya itu mulai kembali sering kambuh dan bahkan
ketika Sung Yeol memeriksakannya ke rumah sakit, hasilnya menunjukkan bahwa
penyakit yang ia derita semakin parah. Jantung Sung Yeol semakin melemah,”
jelas Woo Hyun.
Ji Hyeon hanya terdiam dalam tangis
yang tak dapat ia hentikan.
“Dokter menyarankan untuk kembali
menjalani perawatan dengan perawatan yang lebih intensif, karena kemungkinan
untuk sembuh masih lumayan besar. Tapi Sung Yeol menolak. Karena jika ia
menjalani perawatan, akan membutuhkan waktu yang lama dan ia harus tetap berada
di rumah sakit. Sedangkan jika dia di rawat di rumah sakit, itu artinya dia
akan menghilang dan tidak akan bertemu denganmu, sementara ia juga tak ingin
memberitahumu tentang keadaannya. Karena jika kau tahu, Sung Yeol tidak ingin
melihatmu bersedih setiap kali kalian bertemu,” jelas Woo Hyun.
“Yeoliya…” hanya itu kata-kata yang
sanggup Ji Hyeon ucapkan.
“Ji Hyeon-a, mianhae…” ucap Woo Hyun.
Ji Hyeon menggelengkan kepalanya.
“Maafkan aku jika aku harus
memberitahumu kenyataan menyakitkan ini. Aku hanya tidak ingin nantinya kau
semakin terluka jika secara tiba-tiba sesuatu yang tidak di inginkan terjadi
pada Sung Yeol,” jelas Woo Hyun. “Mianhae…”
“Arasseo…” ucap Ji Hyeon yang tak sanggup lagi membendung tangisnya itu.
****
Tidak biasanya, kali ini Myung Soo
mengajak Sung Yeol bertemu. Sudah hampir
20 menit mereka berdiri di tepi sebuah danau, namun belum ada sepatah katapun
yang mereka ucapkan. Baik Myung Soo ataupun Sung Yeol, hanya mengarahkan
tatapan mereka ke danau dengan air yang tenang itu.
“Kau tahu kan aku adalah sahabat Ji
Hyeon sejak kecil?” tanya Myung Soo.
“Ne…”
jawab Sung Yeol.
“Tapi tidakkah kau tahu bahwa aku
juga mencintainya?” tanya Myung Soo.
“Aku tahu…” jawab Sung Yeol.
Ketika mendengar jawaban Sung Yeol,
Myung Soo mengalihkan pandangannya pada Sung Yeol yang rupanya kini tengah
menatapnya.
“Aku tahu kau juga mencintainya,”
ucap Sung Yeol.
“Baguslah, jika kau tahu akan hal
itu. Karena ada hal lain yang ingin ku katakan dan ku minta darimu,” ucap Myung
Soo.
“Mworago?” tanya Sung Yeol.
“Ini tentang Ji Hyeon,” jawab Myung
Soo.
Sung Yeol menatap Myung Soo.
Kekhawatiran mulai menyelimutinya. Bahkan rasa takut untuk mendengar apa yang
akan Myung Soo katakan juga mulai menyeruak dalam batinnya.
“Mungkin sudah bukan menjadi hal
yang aneh lagi bagimu jika kau menemukan Ji Hyeon mimisan. Itu karena Ji Hyeon
menderita sebuah penyakit. Ji Hyeon menderita kanker otak sejak ia di bangku
sekolah menengah. Penyakit yang diwariskan keluarganya,” jelas Myung Soo.
Sung Yeol terkejut mendengar
kata-kata Myung Soo, namun ia tidak menunjukkan rasa terkejutnya itu dihadapan
Myung Soo.
“Penyakit yang Ji Hyeon derita,
akhir-akhir ini menjadi semakin parah. Bahkan beberapa kali, dokter memintanya
untuk menjalani operasi, namun Ji Hyeon tetap menolak. Sebenarnya Ji Hyeon juga
sempat melupakan beberapa hal. Saat itu aku bahkan menemukan Ji Hyeon tidak
ingat denganku. Hal itu sangat membuatku sedih dan sangat sakit. Aku pun
memaksanya untuk menjalani operasi, namun Ji Hyeon tetap menolak. Karena
penyakitnya memang adalah warisan keluarganya, dan Ji Hyeon pikir, jikapun ia
di operasi, kemungkinan untuk sembuh akan sangat kecil,” jelas Myung Soo.
Rasa sesak mulai menjalari Sung
Yeol, namun sekeras apapun ia menahan rasa sesak itu, buliran bening itu sempat
membuat matanya berkaca-kaca, namun tak sempat mengalir menuruni pipinya.
“Kau pasti tahu alasan mengapa Ji
Hyeon tidak mau memberitahumu. Kau pasti tahu benar akan hal itu,” ucap Myung
Soo.
“Ne…”
jawab Sung Yeol.
“Dan kali ini, sebagai seorang pria
yang juga mencintai Ji Hyeon, aku ingin memintamu satu hal,” ucap Myung Soo.
“Mwoya?” tanya Sung Yeol.
“Aku memintamu untuk tetap menjaga
Ji Hyeon dan tetap berada di samping Ji Hyeon. Jangan pernah meninggalkan Ji
Hyeon dan jangan membuat Ji Hyeon menangis. Karena jika sampai kau meninggalkan
Ji Hyeon hanya karena kau ini sudah tahu akan keadaan Ji Hyeon yang sebenarnya,
maka aku akan membunuhmu dengan tanganku sendiri,” ucap Myung Soo. (http://jh-nimm.blogspot.com)
“Mana mungkin aku akan meninggalkan
Ji Hyeon,” ucap Sung Yeol.
Myung Soo hanya menatap Sung Yeol.
“Bagaimana mungkin aku meninggalkan
Ji Hyeon, sementara separuh hidupku dan separuh hatiku adalah milik Ji Hyeon,”
ucap Sung Yeol.
=== THE END ===
JH
Nimm is back… JH Nimm is back… (bisik-bisik ala Min Ho di lagu Sherlock)
Kali
ini JH Nimm comeback dengan sebuah FF yang biasalah kerjaan si JH Nimm kan
pasti bikin FF Sad Romance yang mellow-mellow-galau-bawang-bombay. #DOR
Don’t forget to leave your comment…
I’m so sorry for the typos and for all
mistakes in this story. :3
Thank you so much for your appreciation…
See ya in the next story… hahahaha
Regard,
JH_Nimm
Doh thor,kok ngegantung sih? Harusnya dikasih ending yg bagus gtu....tp bagus bgt kok,cuma serasa kek gk ada endingnya... coba misalkan buat endingnya itu mereka mati bareng,sambil pegangan tangan :p buat sequel ya! ^_^
ReplyDeleteSequel? Gak janji ya, soalnya udah mulai masuk masa-masa sibuk skripsi sama masih banyak kerjaan lain juga.
DeleteTapi kalo ada inspirasi, bisa dilanjutin kok. :D
Makasih sudah berkunjung... :3