당신에게 기다릴게
I’LL BE WAITING FOR YOU
Black Romance
present…
A story by
JH_Nimm
Title: I’ll be
Waiting for You
Also known as:
Waiting for You
Genre:
Romance, Sad, Hurt
Rating: T
(PG-15)
Length:
Oneshot
Cerita ini
adalah FIKTIF belaka, apabila ada kesamaan nama, tempat dan kejadian
semata-mata karena ketidaksengajaan.
All casts are belong to God, but this story is JH Nimm’s.
Don’t re-shared without my permission.
Don’t forget to leave your appreciation.
Happy Reading… Thank you… :3
Note: yang di tulis miring adalah
FLASHBACK!!!
BGM:
Byul Ha –
Without Love (Mask OST)
Moon Myung Jin
– The Secret I couldn’t to Tell (Kill Me Heal Me OST)
Moon Myung Jin
– One Person (Mask OST)
Cast(s):
Kim
Hyun Kyung
Lee
Ji Hyeon
Shin
Dong Woo
Jung
Dong Ha (Hyun Kyung’s homeroom teacher)
And
another cast.
== GLOSARIUM ==
1. Seonsaeng/
Seonsaengnim = Guru
2. Annyeong
haseyo = Apa kabar/
Halo
3. Jeoneun
Lee Ji Hyeon imnida =
Saya Lee Ji Hyeon
4. Kaja
= Ayo
5. Wae/
Waeyo = Mengapa/
Kenapa
6. Mworago
= Apa
7. Ne
= Iya
8. Gomawo
= Terima kasih
9. Mianhae
= Maafkan aku
10. Bogoshipeo
= Aku merindukanmu
11. Noona
= Kakak (sebutan dari
laki-laki untuk perempuan)
12. Saranghae/
Saranghamnida = Aku
mencintaimu
13. Aniya
= Tidak/ Bukan
14. Geurigo
= Lalu
== PROLOGUE ==
Ia datang dengan tanpa ragu mengulurkan tangannya untuk
menguatkanku
Namun ia tak mempedulikan bahwa dirinya pun terluka, sama
seperti diriku
(August 29, 2015)
Akhirnya aku bisa menginjakkan
kakiku lagi di sini, di tanah kelahiranku, setelah selama 4 tahun aku berada di
negara orang lain. Selama 4 tahun ini aku merindukan suasana dan hiruk-pikuk
kota yang telah membesarkanku bahkan kota dimana aku dilahirkan, Seoul. Tidak
banyak yang berubah, masih sama seperti dulu. Hanya mungkin satu hal yang aku
sadari yang berubah adalah diriku sendiri, dimana sekarang aku sudah bukan Kim
Hyun Kyung yang dulu, ah aku harap seperti itu. Aku harap dengan kembalinya aku
kemari, aku telah berubah menjadi Kim Hyun Kyung yang baru. Dengan menginjakkan
kakiku di negara orang lain, aku harap aku bisa membuang semua kenangan buruk
dan sifat burukku di sana.
Satu hal yang kurindukan dari tanah
ini adalah bukan hanya tentang masa-masa semenjak aku lahir hingga aku
menginjak remaja di sini. Akan tetapi juga ini mungkin bisa dikatakan sebagai
cinta pertamaku yang masih kukenang dan kuingat dengan baik. Mungkin ini tampak
seperti cerita klasik di novel-novel bertemakan romansa, tetapi memang
beginilah kisah cintaku. Dimana aku kembali untuk mencari cinta pertamaku yang
sayangnya harus tertinggal di sini sebelum sempat aku mengungkapkannya. Sayang
sekali. Tapi ada harapan besar bahwa aku akan kembali bertemu dengannya.
Seseorang yang datang padaku dan mengulurkan tangannya untuk menguatkanku yang
tanpa kusadari aku membutuhkannya hingga aku merasa bahwa ia memang ditakdirkan
untukku.
****
Flashback 4 years
ago…
Di
tahun terakhirnya di Seoul International High School, masih saja seorang pemuda
tampan bernama Kim Hyun Kyung itu tampak bermalas-malasan. Bahkan sebuah
kebiasaan dimana ia selalu menyandarkan kepalanya pada meja dan tak
mempedulikan guru yang tengah menyampaikan beberapa materi pelajaran yang
seharusnya ia pelajari. Memang tanpa perlu dijelaskan pun sudah sangat tampak
bahwa Hyun Kyung kehilangan semangat untuk melanjutkan sekolah di tengah semua
hal yang sedang ia alami. Di saat ini, ia sungguh tak mempedulikan apapun. Ia
hanya membutuhkan untuk tidak mengingat hal-hal yang memang hanya akan
menyakitinya. (http://jh-nimm.blogspot.com)
Setelah
2 jam pelajaran Bahasa dan Sastra Korea berlalu, Hyun Kyung masih betah untuk
menyandarkan kepalanya pada meja. Matanya terpejam walau sebenarnya ia tidak
benar-benar tertidur. Ia hanya membutuhkan untuk membenamkan semua
penglihatannya untuk menjadi gelap dan meredam pendengarannya dari
kebisingan-kebisingan yang selalu saja membisikkan bahkan berteriak di
telinganya.
“Anak-anak,
hari ini aku membawa seseorang yang sedang menjalankan tugas akhirnya di sini.
Aku harap kalian bisa bekerja sama dengannya,” ucap Jung Seonsaeng[1].
Murid-murid
pun terfokus pada seorang gadis yang memang datang bersama dengan Jung Seonsaeng itu. Seorang gadis berambut panjang kecokelatan dengan roman wajah
yang merupakan percampuran antara Asia-Eropa itu.
“Annyeong haseyo[2], jeoneun Lee Ji
Hyeon imnida[3]…”
Gadis
itu mulai memperkenalkan dirinya. Ketika mendengar suara gadis itu, Hyun Kyung
mulai mengangkat kepalanya dan melihat ke depan kelas dimana ada Jung Seonsaeng dan gadis bernama Ji Hyeon itu.
“Mulai
hari ini, Ji Hyeon akan membantuku untuk menjadi wali kelas kalian. Jadi aku
harap kalian tidak melakukan tindakan yang hanya menimbulkan masalah,” ucap
Jung Seonsaeng.
“Semoga
kita bisa bekerja sama dengan baik…” timpal Ji Hyeon.
Entah
apa yang merasukinya, namun kini mata Hyun Kyung hanya tertuju pada Ji Hyeon.
Seorang gadis yang baginya memiliki sebuah pesona tersendiri dan mampu
membuatnya tertarik hanya dalam waktu singkat. Mungkin inikah yang di sebut
dengan cinta pada pandangan pertama? Hyun Kyung pun tidak bisa menemukan
jawaban untuk pertanyaan tersebut.
Flashback END…
****
Di sini, di pintu gerbang ini aku
memulai langkahku dan memasuki area sekolah yang pernah menjadi tempatku
mendapatkan pendidikan. Masih tampak sama. Yang berbeda hanyalah murid-murid
yang kutemui kini bukanlah teman-temanku. Aku menyadari, ini memang sudah
sangat lama. Meskipun bagi kebanyakan orang, 4 tahun hanyalah waktu yang
singkat, tapi bagiku ini terlampau lama. Apalagi jika disandingkan dengan
kerinduan yang ku pendam pada seorang gadis yang membuatku selalu ingin bertemu
lagi dan lagi dengannya.
“Oh, Hyun Kyung-a…”
Sebuah suara yang memang sangat
familiar dan tak asing bagiku. Suara Jung Seonsaeng
yang masih saja tampak sama padahal sudah 4 tahun berlalu. Ia masih saja tampan
dan berkarisma seperti biasa. Ia memelukku, sebuah pelukan hangat dan memang
kurasakan ada begitu kerinduan yang tulus dari Jung Seonsaeng. Ya, karena bagaimanapun aku ini pernah menjadi muridnya
dan Jung Seonsaeng hingga saat ini
pun masih menjadi guru yang paling kusukai. (http://www.twitter.com/JH_Nimm)
“Kaja[4]…”
Tanpa ragu, Jung Seonsaeng mengajakku ke balkon. Sebuah
tempat yang memang dahulu menjadi tempatku untuk sekedar berbagi cerita bersama
dengan wali kelasku ini.
“Kapan kau kembali?” tanyanya.
“Sekitar 2 hari yang lalu,” jawabku.
“Ini sudah sangat lama sekali,
bukan? Kau tampak begitu banyak berubah…” ucap Jung Seonsaeng seraya menepuk bahuku.
“Seonsaengnim[1]…”
Seketika ada sedikit keraguan untuk
mengajukan sebuah pertanyaan yang sudah kusiapkan sejak aku kembali ke Korea.
“Wae[5]?”
tanya Jung Seonsaeng.
Bagaimanapun aku harus menanyakannya.
“Ada sesuatu yang ingin kutanyakan,”
jawabku.
“Mworago[6]?”
tanya Jung Seonsaeng yang bagiku
tampak tidak mengantisipasi apapun yang akan kutanyakan itu.
“Ji Hyeon Seonsaengnim…” seketika lidahku kelu ketika Jung Seonsaeng menatapku.
Oh, ini bukanlah pertama kalinya ia
menatapku seperti itu. Tapi kenapa ini justru membuatku seperti mendadak
kehilangan kata-kata? Apa Jung Seonsaeng
tahu apa yang sejatinya hendak kutanyakan.
“Kau menyukainya?” tanya Jung Seonsaeng.
DEG!
Sebuah pertanyaan yang seketika
seolah sanggup membuat jantungku berhenti berdetak untuk sejenak.
“Wae?
Kenapa reaksimu seperti ini? Apa kau terkejut karena aku mengetahuinya?”
Jung Seonsaeng menghujaniku dengan pertanyaan seolah tak memberikanku
kesempatan untuk memberikan jawabanku. Selalu seperti itu.
“Dengarkan aku, bagaimanapun aku adalah
gurumu dan kau adalah muridku. Terlebih kau adalah murid yang paling kusayangi
terlepas dari semua masalah yang pernah kau ceritakan, dan juga bagaimanapun
aku dan kau sama-sama seorang pria. Mana mungkin aku tidak bisa menangkap hal
seperti itu. Aku bahkan sudah menyadari bahwa kau menyukai Ji Hyeon sejak
pertama kali kalian bertemu,” jelas Jung Seonsaeng.
(http://www.facebook.com/JHnimm.official)
“Ba… bagaimana bisa?” tanyaku.
“Aku selalu memperhatikanmu. Bahkan
ketika kau bersama Ji Hyeon, itu membuatku tersenyum sendiri. Saat itu, kau
tampak seperti pemuda yang masih polos dan berani menyukai gadis yang lebih tua
darimu. Itu sangat lucu, tapi bagaimanapun juga itu sangat indah, Hyun Kyung-a,”
jawab Jung Seonsaeng.
Ah, rupanya Jung Seonsaeng menyadarinya.
“Dan sekarang kau kembali kesini
untuk menemuinya, bukan?” tanya Jung Seonsaeng.
“Ne[7]…”
jawabku tanpa ragu.
Jung Seonsaeng hanya tersenyum. Mungkin ia mendengar intonasiku bernada
tegas dan memang menandakan bahwa aku begitu ingin bertemu dengannya.
“Kau masih menyukainya?” tanya Jung Seonsaeng.
“Ne…”
jawabku.
“Hyun Kyung-a, maaf jika aku harus
mengatakan ini, tapi sayangnya kau tidak bisa menemuinya di sini,” ucap Jung Seonsaeng.
“Waeyo[5]?”
tanyaku.
“Setelah kelulusanmu, ia juga lulus
dan kudengar ia melanjutkan kuliah S3nya di luar negeri. Terakhir aku berkirim
kabarnya hanya satu tahun setelah kelulusanmu dan ia berada di Jerman. Tapi
sekarang aku tidak tahu apakah ia sudah kembali atau masih berada disana,”
jawab Jung Seonsaeng.
Ah, rupanya dia berada jauh dariku.
Padahal kurasa, aku akan bertemu lagi dengannya.
“Hyun Kyung-a, jika kau percaya dan
yakinkan dirimu, maka aku juga yakin kau akan bertemu lagi dengannya,” ucap
Jung Seonsaeng.
Setelah mendengar ucapan Jung Seonsaeng, tanpa kuperintahkan walau
kusadari, aku berjalan menaiki tangga yang akan membawaku ke atap sekolah.
Sebuah tempat yang memang menjadi tempat terbaik bagiku untuk menyendiri kala
itu.
****
Flashback 4 years
ago…
Siang
yang cukup terik. Jam istirahat kali ini pun tampak Hyun Kyung pergi ke sebuah
tempat untuk menyendiri dan menghindari keramaian yang membuat suasana hatinya
semakin memburuk itu. Ia tampak menaiki tangga yang akan mengantarkannya menuju
ke atap sekolah. Sebuah tempat yang memang menjadi peraduannya untuk menyendiri
dan betah menatap langit yang luas. Juga membuatnya betah untuk membuka matanya
selebar mungkin dan membiarkan angin berhembus menerpanya. Hingga tanpa ia
kehendaki, selain karena angin yang menerpa, mata indahnya mulai dipenuhi oleh
buliran bening yang perlahan mulai jatuh dan semakin deras hingga membentuk
sungai kecil di pipinya. (http://jh-nimm.blogspot.com)
Tanpa
Hyun Kyung sadari, rupanya ada seseorang yang tengah memperhatikannya. Ia
adalah Ji Hyeon. Setelah memastikan bahwa Hyun Kyung puas menangis, Ji Hyeon
pun perlahan mulai berjalan mendekati Hyun Kyung. Ia berdiri dibelakang Hyun
Kyung dan kemudian menyodorkan sebuah botol air mineral dengan selembar sticky notes berisi sebuah tulisan.
‘Jangan biarkan air matamu yang
berharga itu mengalir begitu saja. Cheer
Up!’
Sebuah
kalimat yang singkat. Hyun Kyung pun membalikkan badannya dan menatap Ji Hyeon.
Ji Hyeon pun memberikan isyarat pada Hyun Kyung untuk menerima botol air
mineral itu. Hyun Kyung pun menerimanya.
“Aku
mungkin memang tidak tahu apa yang tengah terjadi padamu, tetapi aku yakin
pasti itu sangat sulit bagimu. Karena hal itu sangat sulit, maka kau menangis.
Tapi itu bukanlah sebuah masalah. Sebagai seorang lelaki, kau juga harus
menangis. Karena menangis setidaknya bisa mengurangi beban dihatimu itu sedikit
demi sedikit. Menangis bukan berarti bahwa kau tidak mampu menahannya lagi,”
ucap Ji Hyeon.
Hyun
Kyung tidak mampu untuk berkata apapun. Ia hanya menatap sosok gadis yang
memang akhir-akhir ini selalu memenuhi ruang pikirannya itu.
“Hyun
Kyung-a, ibuku pernah mengatakan bahwa air mata itu berharga, jadi jangan
biarkan ia mengalir untuk sesuatu yang tidak seharusnya kau tangisi. Maka mulai
saat ini, aku harap kau tidak membiarkan air mata itu mengalir lagi. Ingatlah,
bukan hanya air matamu yang berharga, tetapi juga dirimu,” ucap Ji Hyeon.
TING
TONG TENG!!!
Bel
pertanda masuk sudah kembali berbunyi.
“Ah, aku
harus kembali masuk ke kelas bersama Jung Seonsaeng. Kau juga
jangan berlama-lama di sini,” ucap Ji Hyeon seraya berjalan meninggalkan Hyun
Kyung yang masih tertegun menatapnya.
Hyun
Kyung masih betah menatap kepergian Ji Hyeon hingga gadis itu benar-benar
menghilang dari jarak pandangnya. Tangannya juga masih dengan erat menggenggam
sebotol air mineral yang Ji Hyeon bawakan.
“Gomawo[8]…” ucap Hyun Kyung pelan bahkan nyaris tak terdengar.
Flashback END…
****
‘Jangan biarkan air matamu yang
berharga itu mengalir begitu saja. Cheer
Up!’
Selembar sticky notes yang masih ku simpan dan bahkan aku tidak akan
membiarkannya usang dan sobek itu masih kusimpan. Selembar kertas yang bahkan
bagi sebagian orang tidak berarti apa-apa, namun bagiku kertas inilah yang
berhasil menguatkanku. Ah, tidak, bukan kertas ataupun tulisannya, tetapi
seseorang yang menuliskan kalimat itu dan memberikannya padakulah yang
menguatkanku. Seseorang yang bahkan hingga saat ini masih kuingat dengan jelas
kata-kata yang ia ucapkan untuk menguatkanku yang saat itu begitu terpuruk dan
terluka karena badai yang menerpa. (http://www.twitter.com/JH_Nimm)
Kini kulanjutkan perjalananku menelusuri
kota yang sudah 4 tahun tak kukunjungi itu. Dengan sebuah harapan bahwa ada
sebuah tempat yang kukunjungi dimana aku bisa bertemu lagi dengannya, gadis
yang begitu kurindukan. Hingga tanpa kusadari langkahku terhenti tepat di
sebuah taman. Sebuah taman yang sangat ramai dengan begitu banyak orang yang
berlalu-lalang. Namun bagiku taman ini justru begitu sepi dan menyisakan sebuah
kenangan yang jika kuingat justru hanya akan membuatku terluka.
****
Flashback 4 years
ago…
Malam
yang terang dengan bulan purnama yang membulat dengan sempurna menghiasi langit
yang sayangnya sepi dari bintang yang bertaburan. Tampak Hyun Kyung tengah
berjalan untuk menuju ke rumahnya. Namun langkahnya tiba-tiba terhenti ketika
ia melihat sepasang kekasih tengah berjalan dihadapannya. Sepasang kekasih
dimana sang gadis adalah Ji Hyeon, seseorang yang sangat Hyun Kyung kenali
bahkan hanya melihatnya dari belakang.
Mulanya
Ji Hyeon dan kekasihnya yang bernama Shin Dong Woo itu tampak berpegangan
tangan. Namun seiring dengan langkah kaki mereka, Dong Woo justru melepaskan
genggaman tangannya dari tangan Ji Hyeon. Bahkan Dong Woo menghentikan langkah
kakinya dan membiarkan Ji Hyeon berjalan beberapa langkah didepannya.
“Berbahagialah…”
ucap Dong Woo.
Mendengar
suara Dong Woo, Ji Hyeon pun menghentikan langkahnya.
“Apa
maksudmu mengatakannya?” tanya Ji Hyeon yang bahkan tidak membalikkan badannya
untuk menatap Dong Woo.
“Mianhae[9]…” ucap Dong Woo.
“Ini
bukan seperti yang aku pikirkan, bukan?” tanya Ji Hyeon.
Dong Woo
pun memeluk Ji Hyeon dari belakang, namun Ji Hyeon melepaskan pelukan Dong Woo.
“Jika
ingin pergi, pergi saja, tidak usah seperti ini,” ucap Ji Hyeon.
“Mianhae…”
“Haruskah
seperti ini?”
“Ji
Hyeon-a…”
“Pergilah…”
“Mianhae…”
Dong Woo
pun meninggalkan Ji Hyeon. Walaupun memang sejatinya perpisahan tersebut
bukanlah hal yang baik Ji Hyeon ataupun Dong Woo inginkan, tapi pada akhirnya pun
mereka harus berpisah. Setelah selama 4 tahun mereka menjalin hubungan, mereka
juga harus bertemu pada akhir dari hubungan mereka. Bukan karena bosan ataupun
karena ada orang lain, tetapi karena Dong Woo yang harus mulai melanjutkan
jejak Ayahnya didunia militer.
Melihat
kejadian tersebut, ingin sekali Hyun Kyung berlari dan menghampiri Ji Hyeon
untuk kemudian memeluk Ji Hyeon dan membiarkan Ji Hyeon untuk menangis
sepuasnya dalam pelukannya. Namun langkah kakinya tidak merestuinya untuk
bahkan berjalan mendekati Ji Hyeon. Hingga akhirnya Ji Hyeon pun mulai berjalan
menjauh dari jaraknya yang masih betah tertegun menatap kepergian Ji Hyeon.
Flashback END…
****
Tepat di titik ini aku merasa bahwa
aku ini hanyalah seorang pengecut. Bahkan aku merasa bahwa saat itu aku tidak
pantas di sebut sebagai seorang pria. Karena bagaimana bisa saat itu aku hanya
berdiri terdiam dan menatap kepergian gadis yang kusadari bahwa aku
mencintainya itu menangis dan meninggalkan taman yang pasti menyisakan sebuah
luka mendalam baginya itu. Ah, jika saja saat itu aku memiliki sedikit
keberanian, mungkin aku juga bisa menguatkannya seperti ia menguatkanku. Namun
apa yang kulakukan? Aku terlalu pengecut. Betapa bodohnya aku.
****
A few months later…
Sudah cukup lama aku berada di sini,
namun aku masih belum bisa menemukan tanda-tanda bahwa aku akan bisa bertemu
kembali dengan Ji Hyeon. Gadis yang begitu kurindukan itu masih juga belum bisa
kutemukan jejak-jejak keberadaannya. Membuatku begitu khawatir dan takut bahwa
sesuatu mungkin telah terjadi padanya. Tetapi aku tidak boleh berpikiran buruk,
aku harus yakin bahwa dia baik-baik saja dan aku akan bertemu dengannya. Atau
mungkinkah kini dia sudah menikah dan membangun hidup baru? Bagaimanapun dia 6 tahun
lebih tua dariku, aku tidak bisa memperkirakan apa yang akan terjadi. Dia
cantik, pintar, sangat menarik dan begitu baik, aku yakin pasti bukan hanya aku
yang jatuh cinta padanya. Tetapi di luar sana juga begitu banyak pria yang
bahkan menyukainya lebih dari aku dan juga mungkin saja sanggup membuatnya
jatuh cinta.
Tidak jauh dari tempatku berdiri,
dapat ku lihat sosok seorang gadis yang meskipun tampak dari belakang, namun
secara kusadari dengan baik, dapat membuatku melangkahkan kakiku untuk mendekat
padanya. Begitupun seiring dengan langkah kakinya yang membawaku semakin dekat
dengannya, jantung ini semakin berdetak kencang. Setiap detik dan setiap jarak
yang membuatku semakin dekat dengannya, semakin membuatku ingin memastikan
bahwa dia adalah Ji Hyeon, seorang gadis yang ku cari. Sebelum ia melangkahkan
kakinya untuk pergi, sebelum aku memastikannya, aku harus menahannya.
“Lee Ji Hyeon…”
Hingga tanpa ku halangi, sebuah nama
itu akhirnya meluncur dengan bebas dari mulutku. Menyebutkan sebuah nama yang
memang begitu kurindukan, terlebih sang pemilik nama yang kini akan kupastikan
bahwa dia adalah pemilik hatiku juga.
DEG!!!
Tanpa pernah kupikirkan sebelumnya,
gadis itu berbalik dan menatapku. Wajah ini…
“Kim Hyun Kyung?”
Suara ini…
“Benar, ini aku, Kim Hyun Kyung,”
jawabku.
Gadis itu tersenyum dan senyuman
ini, wajah ini, suara ini, hanya satu Ji Hyeon yang memilikinya. Lee Ji Hyeon,
akhirnya kita bertemu lagi.
“Kau…”
Seolah aku tak mempedulikan apa yang
akan ia katakan ataupun apa yang ia tanyakan, aku hanya peduli akan kerinduanku
padanya. Hingga akhirnya seluruh tubuhku seolah memerintahkanku untuk
memeluknya dengan erat seolah aku tak boleh melepaskannya. Ketika aku
memeluknya dengan tiba-tiba, aku yakin ia pasti sangat terkejut. Namun aku tak
peduli, aku hanya ingin kau tahu bahwa aku begitu merindukanmu. Setelah sekian
lama. Bahwa aku juga menyukaimu, bukan, aku mencintaimu sebagai seorang pria
sekarang.
“Bogoshipeo[10]…”
ucapku.
Tidak ada reaksi apapun. Bahkan ini
justru tampak tidak seperti yang aku harapkan bahwa ia akan memelukku juga. Ah,
atau mungkin aku yang terlalu berharap?
“Sudah sangat lama…” ucapku seraya
melepaskannya dari pelukanku.
Ia tersenyum. Lagi-lagi senyuman
yang begitu kurindukan. Senyuman yang sangat manis dan tulus, seolah seorang
malaikat memang merasuki dirinya. Ia tampak begitu murni dan hangat. Membuatku
merasa damai setiap aku bersamanya. Bahkan jikapun hanya melihatnya.
“Kau semakin tampan…” ucapnya.
“Seonsaeng…
ah, bagaimana sekarang aku memanggilmu? Bolehkah aku memanggilmu Noona[11]?” tanyaku. (http://www.twitter.com/JH_Nimm)
“Kenapa tidak?” jawabnya.
Ah, manis sekali. Ingin sekali
rasanya aku mencubit hidungnya juga pipinya yang masih tampak seperti pipi
anak-anak itu.
“Noona,
kau tetap cantik, selalu cantik dan semakin cantik,” ucapku.
“Oh, apa dengan pergi ke luar negeri
sekarang membuatmu pandai menggoda?” tanyanya.
“Aku bukan sedang menggodamu, tapi
aku bicara kenyataan,” ucapku.
“Kau ini…”
Ia memukul lembut lenganku, seperti
yang biasa memang ia lakukan dulu.
“Noona,
bolehkah aku memberitahumu satu kenyataan lagi?” tanyaku.
Ku pikir, ini bukan waktu yang salah
untuk mengungkapkan perasaanku. Apapun yang terjadi dan apapun jawabannya.
Bahkan apapun kenyataannya.
“Tentu…” jawabnya.
Kutatap matanya, mata indahnya dan
kugenggam tangan mungilnya yang hangat itu.
“Noona…”
“Eum?”
“Saranghae[12]…”
Kata-kata itu meluncur dengan lancar
dari mulutku hingga sanggup menimbulkan sebuah reaksi terkejut dari Ji Hyeon Noona.
“Maafkan aku karena aku baru
mengunagkapkannya sekarang dan aku yakin kau pasti sangat terkejut dengan aku
mengungkapkan perasaanku seperti. Bahkan mungkin ini tampak seperti aku tidak
memberikan kesempatan padamu untuk berpikir lebih lama. Tetapi inilah
kenyataannya bahwa aku mencintaimu bukan seperti seorang murid terhadap
gurunya, aku mencintaimu layaknya seorang pria kepada seorang wanita. Satu kenyataan
lain yang harus kau tahu adalah bahwa aku mulai mencintaimu sejak lama, sejak
pertama kali kita bertemu. Namun saat itu aku belum menyadari bahwa aku
mencintaimu, karena aku sadar, saat itu aku masih terlalu muda untuk menyadari
bahwa aku dengan tulus mencintaimu,”
Ji Hyeon Noona hanya terdiam dan menatapku. Sebuah tatapan yang cukup sulit
untuk kuartikan.
“Sebelum kau bertanya apa yang
membuatku mencintaimu adalah satu hal. Kau datang dengan tanpa ragu mengulurkan
tanganmu untuk menguatkanku, sedangkan saat itu bahkan kau tidak tahu apa yang
tengah terjadi meskipun memang pasti Jung Seonsaeng
menceritakannya padamu sedikit demi sedikit. Sebelum aku bertemu denganmu, aku
ini hanya Kim Hyun Kyung yang selalu tidur di kelas dan memiliki banyak masalah
di sekolah dan di dalam rumahku sendiri. Tapi setelah kedatanganmu, perlahan
kedamaian itu mulai kembali datang dan aku pikir bahwa kau adalah obat yang aku
butuhkan untuk menyembuhkan setiap luka yang aku alami,” (http://www.facebook.com/JHnimm.official)
“Hyun Kyung-a…”
“Dan satu hal yang harus aku akui
kekuranganku sebagai seorang pria adalah aku ini hanya seorang pengecut. Karena
disaat kau terluka, aku justru tidak bisa datang padamu dan mengulurkan
tanganku untuk menguatkanmu sebagaimana yang kau lakukan untukku. Maafkan aku…”
Ji Hyeon Noona pasti sangat terkejut dengan kalimat panjang yang kusampaikan
hanya untuk menjelaskan apa yang memang kupendam sejak lama. Sejak 4 tahun yang
lalu. Dimana memang yang kukatakan saat ini hanya sebagian kecil dari banyak
hal yang ingin kukatakan padanya.
“Noona,
kau pasti sangat terkejut?”
“Eoh…”
“Apa begitu sulit bagimu untuk
mempercayai apa yang aku katakan?”
“Aniya[13],
bukan begitu…”
“Geurigo[14],
wae?”
Ji Hyeon Noona menatapku, lalu tersenyum.
“Hyun Kyung-a…”
“Ne…”
“Gomawo…”
Satu kata yang memang begitu sulit
untuk kumengerti apa maksud dari jawabannya tersebut.
“Terima kasih karena telah dengan
berani mengungkapkan perasaanmu…”
Ku tatap Ji Hyeon Noona tepat dimatanya. Aku mencoba
mencari dimana letak maksud dari apa yang ia ucapkan tersebut. Namun semakin
aku menatapnya, aku menyadari bahwa wajahku semakin dekat dengan wajahnya.
Hingga tanpa bisa ku tahan, bibirku menyentuh kedua sayap bibirnya dengan
sempurna. Aku tak peduli lagi dengan apa yang akan ia pikirkan, namun aku hanya
ingin ia mengetahui perasaanku yang sesungguhnya. Jika kata-kataku tak cukup
membuatnya mengerti, maka dengan ini kuharap ia akan mengerti.
“Saranghae…
saranghae, Lee Ji Hyeon… saranghamnida[12]…” ucapku sesaat setelah
melepaskan bibirku dari bibir tipisnya yang lembut.
Ji Hyeon Noona menyentuh wajahku. Sebuah sentuhan hangat tangannya justru
membuatku semakin dan semakin merindukannya meskipun saat ini ia tepat berada
didepanku, dihadapanku. Ia selalu membuatku merindukannya dan selalu ingin
bersamanya. Hingga kusadari, perlahan ku genggam tangan Ji Hyeon Noona dan kembali dengan lancangnya
bibir ini menyapa bibir sang gadis yang selalu kurindukan. Namun kali ini, aku
juga merasakan sebuah sentuhan lembut dibibirku. Ah, ia membalasnya. Sekarang
aku tahu bagaimana perasaanmu, Noona. (http://jh-nimm.blogspot.com)
==
THE END ==
Don’t forget to leave
your appreciation. Thank you… J
JH Nimm ©
2015
Comments
Post a Comment